Drama Politik Korea Selatan: Presiden Dibebaskan, Pemberontakan Menanti

Seoul, Korea Selatan – Suasana di ibu kota Seoul begitu tegang menjelang persidangan pemberontakan yang akan dihadapi oleh Yoon Suk Yeol, mantan Presiden Korea Selatan yang telah dipecat. Setelah hampir dua bulan mendekam di penjara, Yoon akhirnya dibebaskan pada hari Sabtu, 8 Maret 2025, setelah pengadilan di Seoul membatalkan penahanannya, memungkinkan dia untuk menjalani persidangan tanpa harus berada dalam tahanan.

Saat keluar dari pusat penahanan di dekat Seoul, Yoon terlihat melambaikan tangan, mengepalkan tinju, dan membungkuk dalam penghormatan kepada para pendukungnya yang bersorak-sorai, sambil mengibarkan bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat. Yoon kemudian menaiki van hitam yang membawanya menuju kediaman presidennya di pusat kota.

Melalui pernyataan yang disebarkan oleh tim pengacaranya, Yoon menyampaikan rasa terima kasihnya kepada pengadilan distrik pusat Seoul yang dianggapnya telah memperbaiki “ketidak sahan” atas penahanannya. “Saya mengapresiasi keberanian dan keputusan pengadilan untuk mengoreksi ketidakbenaran dalam proses hukum saya,” ujarnya. Yoon juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada para pendukungnya serta meminta mereka yang melakukan mogok makan untuk menghentikannya.

Pekan lalu, sekitar 55.000 orang yang mendukung Yoon berkumpul di distrik utama Seoul, sementara 32.500 orang lainnya mengadakan demonstrasi menentang dirinya di dekat pengadilan konstitusi. Meski demikian, hasil survei Gallup Korea menunjukkan bahwa mayoritas publik, yakni 60%, masih mendukung pemecatannya, dengan hanya 35% yang menentang pengunduran dirinya.

Yoon, yang dipecat oleh parlemen Korea Selatan pada Desember 2024, telah didakwa dengan pemberontakan setelah mengeluarkan dekrit darurat pada 3 Desember yang mengarah pada krisis politik di negara itu. Dekrit tersebut memicu ketegangan antara pemerintahan Yoon dan oposisi yang dipimpin oleh partai Demokratik yang mengontrol Majelis Nasional. Yoon kemudian ditangkap dan didakwa pada Januari 2025 atas dugaan pelanggaran konstitusi.

Para jaksa yang menangani kasus ini menuduh bahwa dekrit darurat yang dikeluarkan oleh Yoon tersebut merupakan tindakan pemberontakan, yang dapat membawa ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup. Meski memiliki imunitas sebagai presiden, Yoon tetap menghadapi dakwaan serius yang tidak tercakup dalam perlindungan tersebut, seperti pemberontakan dan pengkhianatan.

Bebasnya Yoon dari penjara ini terjadi setelah keputusan pengadilan Seoul yang menangguhkan penahanannya. Pengadilan menganggap bahwa penyelidikan terhadapnya tidak sah dan meminta agar kasus ini diperiksa lebih lanjut tanpa penahanan. Keputusan ini juga diikuti oleh keputusan jaksa yang tidak akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Namun, keputusan ini menuai kecaman dari Partai Demokratik yang memimpin proses pemakzulan Yoon. Mereka mengecam jaksa yang dianggap sebagai “pengikut” dari Yoon dan mendesak pengadilan konstitusi untuk segera memecat Yoon untuk mencegah ketegangan lebih lanjut di masyarakat.

Sebagian besar pengamat politik memperkirakan bahwa, apapun keputusan yang diambil oleh pengadilan konstitusi, polarisasi politik yang mendalam di Korea Selatan akan semakin tajam, memecah masyarakat menjadi dua kubu yang saling bertentangan.(YA)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *