Oleh: Sabar Hutapea
Nampaknya korupsi 1.000 triliyun di Pertamax oplosan Pertamina 2018-2024 hanya akan dilokalisir sampai di 9 orang tersangka yg sudah ditahan oleh Kejaksaan Agung saat ini.
Tidak akan berkembang naik ke atas atau digali sampai ke akar-akarnya.
Pengusutannya akan di _close_ cukup di tingkat operator saja, yaitu para direksi PT. Pertamina Patra Niaga dan Pertamina Shipping Internasional, _plus_ pihak swasta mitra Pertamina dalam Impor BBM. Dalam hal ini Adrianto Riza, juga sudah ditahan, anak Riza Chalid yang dikenal raja minyak di Indonesia.
Demikian juga dengan misteri uang 1.000 triliyun, perkiraan jumlah total korupsi selama lima tahun yakni 2018-2023, nampaknya tidak akan diusut, dinikmati siapa saja dan digunakan untuk apa saja, tidak akan dicari tahu.
PIhak Kejaksaan Agung nampaknya tidak akan mengikuti arus uang 1.000 triliun itu mengalir kemana saja. Diterima siapa saja. Dan digunakan untuk apa saja. Kasus _close_ di 9 tersangka
Padahal tiidak mungkin uang 1.000 triliun hanya dinikmati oleh 9 tersangka yang sudah ditahan saat ini.
Profil 9 tersangka tidak menunjukkan memiliki uang 1.000 triliun. Yang jika dibagi rata masing² akan mendapat 110 triliun.
Jika memiliki uang cash 110 trilliun, langsung masuk daftar jajaran orang terkaya di Indonesia saat ini.
Muncul pertanyaan jika uang itu berhenti hanya di 9 tersangka. Dimana akan disimpan uang sebanyak itu ?
Jika disimpan di Bank akan mudah dilacak lewat PPATK.
Dan kalau disimpan di gudang, akan butuh jutaan meter persegi lahan untuk menampungnya. Dimana ada gudang hingga jutaan meter persegi?
Jadi dimana uang sebesar itu mereka simpan?
Berdasar LKHPN mereka, harta mereka hanya di kisaran 10 hingga 30 miliar saja. Laporan itu bisa dikonfirmasi ke KPK.
Jadi sangat tidak masuk akal jika uang jumbo 1.000 triliun itu hanya dinikmati 9 tersangka. Juga korupsi besar dan rumit tidak mungkin juga dilakukan hanya setingkat direktur sebuah perusahaan. Jumlahnya terlalu fantastis kalau hanya korupsi di tingkat direktur.
Apalagi periodenya berlangsung begitu lama. Lima tahun sejak 2018-2023.
Sangat tidak mungkin jika tidak bersama sebuah jaringan yang kuat secara politik maupun kekuasaan.
Korupsi besar, periodenya lama, pasti harus ada _back up_ politik dan kekuasaan yang super kuat. Sebuah keniscayaan untuk sebuah kejahatan besar dengan hasil raksasa.
Karena itu terasa janggal jika Kejaksaan Agung mengusut kasus ini hanya pada tingkat direksi PT. Pertamina Patra Niaga dan PT. Pertamina Patra Shipping Internasional.
Mereka tidak memiliki kekuatan politik dan kekuasaan besar untuk melakukan sekaligus mengamankan korupsi raksasa 1.000 triliun.
Sehingga menjadi aneh, uang negara dirampok 1.000 triliun, malingnya di tangkap, tapi uang hasil rampokannya tidak di cari tahu kemana larinya, digunakan untuk apa, tidak dikejar.
Apa para maling ini tidak ditanya, kenapa mereka korupsi ?
Dengan siapa mereka mereka melakukan korupsi ini ?
Siapa yang menyuruh dan melindungi kegiatan korupsi mereka selama lima tahun?
Kemana dan dimana uang hasil korupsi mereka disimpan?
Siapa yang menerima, menyimpan menggunakan dan menikmati semua hasil korupsi itu?
Itulah sebenernya pertanyaan² penting yang harus ditanya Jaksa dan dijawab para tersangka.
Selain penyidik, rakyat juga harus tahu kemana aliran dana 1.000 triliun itu mengalir.
Siapa yang menikmati uang 1.000 triliun itu? Digunakan untuk apa saja?
Pengusutan dan penindakan jangan berhenti hanya di 9 orang pelaksana lapangan, sebagai jongos eksekutif yg digaji negara.
Saya sebut jongos , karena kalau bukan jongos harusnya tidak akan mau disuruh korupsi atau memanipulasi harga pembelian impor BBM untuk dikorupsi.
Kalau sudah dapat gaji dari negara harusnya akan menolak jika disuruh korupsi meski dijanjikan perlindungan politik dan hukum.
9 orang tersangka harus jujur membuka siapa atau kekuatan mana dibelakang aksi gila ini sehingga bisa berlangsung mulus selama lima tahun? Jangan mau jadi korban, sementara ada pihak yang bebas berkeliaran menikmati uang 1.000 triliun.
Aksi korupsi gila-gilaan ini sungguh memalukan bangsa dan negara serta menyakiti hati 280.juta jiwa rakyat Indonesia.
Selain angka korupsinya raksasa, juga dilakukan ada periode di masa -masa pandemi, covid 19, sehingga para tersangka pantas dihukum mati. Atau paling tidak dihukum seumur hidup.
Tapi yang lebih pantas dihukum mati adalah siapa dalang dan penikmat uang 1.000 itu?
Kalau mau tangkap maling yang sebenarnya, GAMPANG !
Mudah saja. _Follow the money_. Pasti ketemu dan ke tangkap! Masalahnya, *Berani tidak* ? Mau enggak?
Rakyat menunggu dan memonitor! (*)