Moskow, Rusia – Juru bicara Presiden Rusia, Dmitry Peskov secara lugas menyebut bahwa Rusia tidak lagi memiliki ketertarikan terhadap kelompok negara-negara industri maju G7.
Alasannya bukan sekadar politik, tetapi menyangkut tren jangka panjang kekuatan global.
“Format ini tak lagi layak dan menarik bagi Rusia. G7 sudah tak mencerminkan realitas dunia saat ini, apalagi masa depan,” tegas Peskov dalam pernyataan resmi yang dirilis Kremlin.
Pernyataan ini datang beriringan dengan berlangsungnya Konferensi Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF 2025), di mana elite pemerintahan Rusia menyoroti pergeseran arus geopolitik dunia secara terang-terangan.
G7 Masih Layak atau Sudah Usang ?
G7, yang lahir di era 1970-an, beranggotakan Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang. Format ini sempat berkembang menjadi G8 ketika Rusia bergabung pada 1998.
Namun, keanggotaannya dihentikan secara sepihak pada 2014 menyusul reunifikasi Krimea dengan Rusia melalui referendum yang hingga kini menjadi perdebatan di kancah internasional.
Kini, satu dekade setelah dikeluarkan, Rusia menilai G7 sudah menjadi format yang “ditinggal zaman.”
“Ini bukan sekadar fluktuasi musiman. G7 sedang mengalami penurunan jangka panjang dalam pengaruh global maupun ekonomi,” ujar Peskov, dikutip Kantor Berita TASS.
BRICS: Wajah Baru Kekuatan Dunia
Menurut data IMF 2024, total PDB (Produk Domestik Bruto) berdasarkan PPP (Purchasing Power Parity) dari anggota BRICS yang diperluas termasuk Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, UEA, dan Indonesia, telah melampaui G7.
Maksim Oreshkin, Wakil Kepala Staf Presiden Rusia dalam forum SPIEF menambahkan, “Pusat kekuatan global telah bergeser. G7 bukan lagi kelompok besar seperti dulu. Sekarang, Global South dan Timur bangkit menjadi pusat pertumbuhan baru.”
Hal ini menandai pergeseran dramatis dalam arsitektur kekuatan dunia, dari dominasi negara-negara Barat menuju koalisi negara-negara berkembang yang semakin strategis dan mandiri.
Menariknya, dari sisi lain Atlantik, dalam KTT G7 di Kanada baru-baru ini, Presiden AS, Donald Trump menyampaikan pandangan mengejutkan.
“Saya pikir mengeluarkan Rusia dari G8 adalah sebuah kesalahan. Kalau mereka masih di sana, mungkin perang di Ukraina tak akan pernah terjadi,” ujar Trump, seperti dilansir dari Bloomberg.
Pernyataan itu menunjukkan bahwa bahkan di internal G7 sendiri, sudah ada keraguan tentang keputusan masa lalu dan urgensi adaptasi terhadap dinamika geopolitik baru.
Sementara ungkapan Peskov bukan sekadar reaksi politis, tapi refleksi dari perubahan tatanan dunia yang lebih besar.
Ketika kekuatan ekonomi dan politik dunia terus beralih ke Selatan dan Timur, G7 dihadapkan pada pilihan, mereformasi diri atau tertinggal oleh sejarah. (YA)





