Haiti – Haiti kembali dilanda gelombang kekerasan geng yang semakin brutal pada 2024. Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa lebih dari 1.500 orang telah terbunuh akibat konflik geng bersenjata hingga 22 Maret tahun ini.
Dalam beberapa pekan terakhir, aksi kekerasan meningkat dengan serangan ke kantor polisi dan bahkan bandara internasional. Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry, mengumumkan pengunduran dirinya pada 11 Maret setelah tekanan besar dari kelompok-kelompok bersenjata yang menuntut kepergiannya.
Laporan PBB menyebutkan bahwa sepanjang 2023, total 4.451 orang tewas akibat kekerasan geng. Banyak korban dibunuh di rumah mereka sendiri sebagai bentuk balas dendam karena diduga mendukung polisi atau geng rival. Beberapa lainnya tewas di jalanan akibat tembakan sniper atau baku tembak antar kelompok bersenjata.
Selain itu, PBB juga menyoroti fenomena meningkatnya aksi main hakim sendiri oleh kelompok yang disebut “brigade pertahanan diri.” Laporan tersebut mencatat bahwa individu yang dicurigai terkait dengan geng atau melakukan kejahatan kecil sering menjadi sasaran eksekusi massa, termasuk dirajam, dimutilasi, atau dibakar hidup-hidup. Tahun lalu, 528 orang tewas akibat aksi ini, sementara pada 2024, jumlahnya sudah mencapai 59 orang.
Situasi semakin memburuk dengan meningkatnya kasus kekerasan seksual. Banyak perempuan dipaksa menjalin hubungan eksploitatif dengan anggota geng atau menjadi korban pemerkosaan, bahkan setelah menyaksikan suami mereka dibunuh di depan mata mereka.
PBB menegaskan bahwa korupsi, impunitas, dan lemahnya pemerintahan telah membuat institusi negara di Haiti nyaris lumpuh. Meski embargo senjata internasional telah diterapkan, laporan menyebutkan bahwa aliran senjata dan amunisi masih terus masuk ke Haiti melalui perbatasan yang lemah pengawasannya.
Untuk mengatasi krisis ini, PBB menyerukan pengiriman segera Misi Dukungan Keamanan Multinasional guna membantu kepolisian Haiti mengendalikan situasi. Kenya, yang sebelumnya setuju memimpin misi ini, menunda pengiriman pasukan hingga terbentuknya dewan transisi yang hingga kini masih menghadapi kendala politik akibat perbedaan pendapat antarpartai.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mengecam situasi ini dan mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan tegas guna menghentikan pertumpahan darah di Haiti. (YA)