Ketika Obat Diet Mulai Menggigit Saham & Keuntungan McDonald’s!

Tren Penggunaan Obat Penurun Berat Badan Bikin Saham McDonald’s Tergelincir, Sinyal Perubahan Selera Makan Amerika ?

New York, AS – Saham McDonald’s tiba-tiba goyah, turun hingga 1,7%. Bukan karena burgernya gagal viral atau menu barunya gagal menarik minat, tapi karena obat diet.

Popularitas obat penurun berat badan seperti Ozempic dan Wegovy kini jadi ancaman nyata bagi industri makanan cepat saji, termasuk raksasa burger dunia ini.

Firma Analisis Investasi Redburn Atlantic resmi menurunkan rating saham McDonald’s dua tingkat, dari “buy” jadi “sell”.

Alasannya karena penggunaan obat GLP-1 yang kian marak di kalangan masyarakat Amerika, diprediksi mengurangi selera makan dan otomatis menurunkan frekuensi kunjungan ke restoran cepat saji.

Dalam laporannya kepada CBS News, Analis Chris Luyckx dan Edward Lewis dari Redburn menyebutkan bahwa “Perubahan perilaku konsumen ini bisa menghapus hingga 28 juta kunjungan pelanggan per tahun, dan memangkas pendapatan McDonald’s sebesar $482 juta.”

Mengapa McDonald’s yang kena imbas paling besar ?

Berdasarkan Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA/US Department of Agriculture), sejak tahun 1977 hingga 2018, porsi kalori yang dikonsumsi masyarakat Amerika dari restoran nyaris tiga kali lipat.

Namun sekarang, tren ini berbalik. Pengguna obat GLP-1 cenderung mengurangi makan di luar rumah, terutama mereka dari kelompok yang berpenghasilan rendah, yang merupakan basis pelanggan utama McDonald’s.

Sebaliknya, konsumen berpenghasilan tinggi yang memakai GLP-1 umumnya hanya menurunkan pengeluaran makan sementara, sebelum kembali ke pola lama.

“Efeknya bukan hanya pada pengguna obat, tapi juga pada lingkungan sekitar mereka. Makan bersama teman atau keluarga jadi jarang, rutinitas rumah tangga ikut berubah, dan kebiasaan membeli makanan cepat saji jadi menurun,” tulis Redburn.

Jika saat ini dampaknya baru 1%, mereka memperkirakan bisa tumbuh jadi 10% atau lebih dalam beberapa tahun ke depan, khususnya pada brand yang menargetkan konsumen massal.

Konsumen Sudah Lelah Harga Naik

Selain ancaman dari GLP-1, Redburn juga menyoroti adanya “pricing fatigue” di kalangan konsumen. Harga menu McDonald’s terus naik, sementara daya beli stagnan.

Kesenjangan harga antara makan di rumah dan makan di luar masih lebar, membuat konsumen makin berhati-hati membelanjakan uangnya.

Namun tidak semua analis sepakat dengan laporan Redburn. Peter Saleh, Managing Director dari Firma BTIG punya pandangan berbeda.

“Saya tidak melihat dampak nyata dari GLP-1 terhadap McDonald’s saat ini. Basis pelanggan mereka yakni kalangan menengah ke bawah, belum tentu sanggup membeli obat-obatan mahal seperti Ozempic,” dikutip dari Redburn Atlantic Research Report 2025.

Menurutnya, belum ada overlap signifikan antara pengguna GLP-1 dan pelanggan tetap McDonald’s saat ini. Tapi ia tak menampik bahwa dalam 3-4 tahun ke depan, bisa jadi berbeda cerita.

Redburn Atlantic juga merilis data :

    • Hanya 6% orang dewasa di AS saat ini menggunakan GLP-1.
    • Tapi efek perubahan pola makan bisa menjalar ke komunitas luas, bahkan non-pengguna.

Sementara itu harga obat seperti Ozempic dan Wegovy bisa mencapai $1.000 per bulan, menjadikannya belum terjangkau bagi banyak kalangan.

Untuk sekarang, mungkin McDonald’s masih aman dari “serangan” Ozempic.

Tapi jika tren ini terus berkembang, bukan tak mungkin strategi bisnis restoran cepat saji harus ikut berdiet dan  mengecilkan porsi target pasar, serta beradaptasi dengan gaya hidup baru masyarakat yang makin sadar kesehatan. (VT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *