Pyongyang, Korea Utara – Di tengah ketegangan global yang terus membara, dua negara yang sering jadi sorotan, Korea Utara dan Rusia, kembali menunjukkan kemesraan mereka.
Pyongyang secara terbuka melakukan kerja sama militer mereka dengan Moskow. Klaimnya ? Demi meningkatkan perdamaian dan stabilitas di Eropa dan Asia. Hmm, menarik ya ?
Sejak beberapa tahun terakhir, kolaborasi militer antara Korea Utara dan Rusia memang makin erat.
Bahkan, seperti dilansir dari The Manila Times, Pyongyang selama ini udah terang-terangan memasok senjata dan pasukan buat mendukung perang Moskow melawan Ukraina.
Puncaknya pada April lalu, Korea Utara akhirnya mengkonfirmasi keterlibatan langsung militernya. Ini jadi pengakuan resmi pertama yang bikin banyak pihak terkejut.
“Saya ingin mencatat secara terpisah partisipasi, personel militer Republik Rakyat Demokratik Korea,” ucap Valery Gerasimov, Kepala Staf Umum Rusia, seperti dikutip dari NBC News.
Dampaknya pun mulai terkuak. Menurut Anggota Parlemen Korea Selatan, Lee Swong-kweun, yang mengutip laporan intelijen, sekitar 600 tentara Korea Utara tewas, dan ribuan lainnya terluka saat bertempur untuk Rusia. Angka yang cukup mencengangkan.
Dunia Berteriak “Melanggar Hukum” ?
Tentu saja, kemesraan dan kerja sama militer ini memicu reaksi keras dari dunia.
Tim Pemantau Sanksi Multilateral (MSMT), yang anggotanya termasuk Korea Selatan, Amerika Serikat, Jepang, dan delapan negara lain, mengecam hubungan Korea Utara dan Rusia ini sebagai “melanggar hukum.”
MSMT sendiri diluncurkan Oktober 2024 lalu, setelah Rusia memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengakhiri sistem pemantauan kepatuhan Pyongyang terhadap sanksi PBB (yang udah ada sejak 2006 dan terus diperkuat).
Meskipun beroperasi independen dari PBB, MSMT ini punya tugas penting, yaitu memantau dan melaporkan pelanggaran sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara.
Dan hasilnya, menurut laporan MSMT yang dikutip NBC News, sepanjang tahun 2024 Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dilaporkan :
- Memasok lebih dari 11.000 tentara
- 100 Rudal balistik
- 9 Juta butir amunisi artileri campuran dan peluncur roket ganda”
Bahkan, laporan tersebut juga memperkirakan Korea Utara telah mengerahkan 3.000 tentara tambahan ke Rusia antara Januari dan Maret 2025.
Sebagai “balas budi,” Rusia diyakini telah memasok Korea Utara dengan :
- Peralatan pertahanan udara
- Rudal anti-pesawat
- Peralatan perang elektronik canggih
- Mendukung program rudal balistik Pyongyang.
Meskipun semua laporan ini keluar, baik Korea Utara maupun Rusia membantah adanya transfer senjata.
“Demi Tatanan Dunia Multipolar”
Menanggapi semua kecaman itu, Pyongyang punya pembelaan sendiri. Pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara menyatakan kerjasama mereka dengan Moskow mempunyai tujuan perdamaian, diantaranya adalah:
- Untuk melindungi kedaulatan negara masing masing
- Integritas teritorial
- Kepentingan keamanan negara-negara
- Memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan Eurasia
Pernyataan itu juga menggambarkan hubungan mereka dengan Rusia sebagai “hubungan antar negara yang terbaik.”
Mereka menambahkan bahwa Pyongyang dan Moskow dapat “membangun tatanan dunia multipolar berdasarkan rasa hormat sejati terhadap kedaulatan, kesetaraan, dan keadilan.”
Jadi, di satu sisi ada kecaman keras dan bukti laporan intelijen, di sisi lain ada pembelaan tentang perdamaian dan tatanan dunia baru.
Jadi bagaimana kita menilainya ? Apakah kerja sama ini benar-benar demi stabilitas atau justru sebaliknya ?
Dilain pihak, pertanyaan yang sama juga diajukan, apakah laporan dari Tim Pemantau Sanksi Multilateral (MSMT) itu benar adanya, atau justru sebaliknya ? (VT)