Boston, AS – Nasib seorang mahasiswi doktoral asal Turki, Rumeysa Ozturk, tengah menjadi perhatian publik setelah dirinya ditahan oleh pihak Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) pada 25 Maret lalu.
Penahanan yang terjadi di negara bagian Massachusetts itu berbuntut panjang hingga kini, dan masuk ke dalam dua jalur proses hukum yang berbeda dan kompleks.
Dalam keterangan resmi terbaru yang dirilis oleh Konsulat Jenderal Republik Turki di Boston, Konsul Jenderal Halime Digdem Buner menjelaskan bahwa saat ini terdapat dua jalur hukum yang sedang berjalan terkait dengan kasus Rumeysa.
“Yang pertama adalah kasus imigrasi yang berlangsung di Louisiana. Yang kedua adalah keberatan Rumeysa terhadap penahanannya itu sendiri,” ujar Buner dalam pernyataan resminya.
Konsulat Turki menegaskan bahwa sejak awal pihaknya telah memantau secara intensif seluruh perkembangan kasus ini.
Langkah-langkah yang diambil termasuk memastikan Rumeysa mendapat akses ke kuasa hukum, perawatan medis, komunikasi dengan keluarga, serta kondisi penahanan yang layak.
Pejabat Konsulat Turki di Houston telah beberapa kali mengunjungi Rumeysa di pusat penahanan di Louisiana, sementara Konsulat Boston juga telah menggelar pertemuan daring secara berkala dengannya.
Perkembangan Kasus Rumeysa Ozturk
Sidang imigrasi terakhir digelar pada 16 April di Pengadilan Imigrasi Louisiana, dan turut dihadiri oleh pejabat Konsulat Turki dari Houston. Pada sidang itu hakim menolak permohonan pembebasan dengan jaminan yang diajukan oleh Rumeysa.
Sementara jalur hukum kedua terkait keberatan atas penahanan Rumeysa mengalami dinamika yurisdiksi. Awalnya, keberatan ini diajukan ke pengadilan federal di Massachusetts, tempat ia pertama kali ditahan.
Namun karena Rumeysa kemudian dipindahkan ke Vermont, maka kasus tersebut juga turut dipindahkan ke Pengadilan Federal Vermont.
Sidang di Pengadilan Vermont telah digelar pada 14 April dan pada 18 April, dimana Hakim Sessions menyatakan bahwa pengadilan tersebut memiliki yurisdiksi sah untuk menangani kasus ini.
Pengadilan kemudian memerintahkan agar Rumeysa dipindahkan ke Vermont paling lambat 1 Mei. Agenda sidang selanjutnya adalah :
- 9 Mei 2025: Sidang permohonan pembebasan dengan jaminan
- 22 Mei 2025: Sidang utama untuk menilai legalitas penahanan Rumeysa
Pihak pengadilan juga memberikan waktu empat hari bagi kedua belah pihak untuk mengajukan banding, jika ada keberatan terhadap keputusan tersebut.
Konsul Jenderal Buner menegaskan bahwa otoritas Turki akan terus mengawal secara aktif seluruh proses hukum yang berjalan, baik di jalur imigrasi maupun keberatan terhadap penahanan.
“Semua bantuan konsuler akan terus kami berikan, agar hak-hak Rumeysa tetap terlindungi,” tutupnya.
Berikut perjalanan kasus Rumeysa Ozturk sejak Maret 2025 :
- 25 Maret: Ditahan di Somerville, Massachusetts
- 26 Maret: Dipindahkan ke Vermont, lalu diterbangkan ke Louisiana
- 4 April: Hakim federal di Boston memutuskan kasus dapat dilanjutkan di Vermont
- 14 April: Hakim Sessions mendengar argumen mengenai jaminan dan pemindahan
- 18 April: Hakim perintahkan pemindahan Rumeysa ke Vermont sebelum 1 Mei
- 9 Mei: Sidang permohonan pembebasan dengan jaminan
- 22 Mei: Sidang pokok perkara
Baca juga : Jurnalis Al Jazeera Hossam Shabat Tewas dalam Serangan Israel
Latar Belakang Kasus Rumeysa Ozturk
- Rumeysa Ozturk diduga terkait dengan sebuah artikel opini yang ia tulis bersama tiga mahasiswa lainnya di surat kabar Kampus Tufts University, The Tufts Daily, pada tahun 2024.
- Artikel itu mengkritik respons universitas terhadap aktivis mahasiswa yang menuntut Tufts untuk mengakui “genosida Palestina,” mengungkapkan investasinya, dan melakukan divestasi dari perusahaan yang terkait dengan Israel.
- Beberapa hari sebelum penahanannya, visa pelajar F-1 milik Rumeysa Ozturk dicabut oleh Departemen Luar Negeri AS.
- Menurut dokumen pengadilan, pencabutan visa ini didasarkan pada penilaian bahwa Rumeysa terlibat dalam asosiasi yang “mungkin merusak kebijakan luar negeri AS dengan menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat bagi mahasiswa Yahudi dan menunjukkan dukungan untuk organisasi teroris yang ditunjuk.”
- Setelah artikel opini tersebut diterbitkan, nama, foto, dan riwayat pekerjaan Rumeysa Ozturk muncul di situs web Canary Mission.
- Website Canary Mission adalah sebuah organisasi pro-Israel yang mendokumentasikan individu yang mereka klaim “mempromosikan kebencian terhadap AS, Israel, dan Yahudi di kampus-kampus Amerika Utara.”
- Rumeysa menyatakan bahwa setelah namanya muncul di situs tersebut, ia mulai merasa takut menjadi sasaran kekerasan.
- Rumeysa ditahan oleh enam agen ICE berpakaian preman pada 25 Maret saat sedang berjalan kaki di Somerville, Massachusetts, untuk menghadiri buka puasa Ramadan bersama teman-temannya.
- Pengacara Rumeysa berpendapat bahwa penahanannya merupakan tindakan balasan atas opini politiknya dan melanggar hak-hak konstitusionalnya, termasuk kebebasan berbicara dan proses hukum yang adil.
- Setelah ditahan, Rumeysa dipindahkan ke beberapa lokasi berbeda di Massachusetts, New Hampshire, dan Vermont sebelum akhirnya diterbangkan ke pusat penahanan ICE di Louisiana.
- Pemindahan ini terjadi meskipun ada perintah dari hakim federal di Massachusetts, yang meminta agar ia tidak dipindahkan keluar dari negara bagian tersebut tanpa pemberitahuan 48 jam sebelumnya.
- Tindakan pemindahan itu dikritik oleh pengacaranya sebagai upaya untuk menjauhkannya dari dukungan dan penasihat hukumnya, serta memindahkannya ke distrik hukum yang lebih konservatif.
Kasus Rumeysa Ozturk sangat kuat terkait dengan pandangan politiknya, yang tertuang dalam artikel opini mengenai isu Palestina dan Israel.
Pengacara Rumeysa berargumen bahwa penahanannya merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berpendapat. (YA)
Baca juga :