New York — Puluhan jurnalis yang meliput militer Amerika Serikat secara serentak menyerahkan kartu akses mereka dan meninggalkan gedung Pentagon pada Kamis (16/10) waktu setempat.
Aksi dramatis ini merupakan penolakan tegas terhadap aturan pelaporan baru yang dinilai akan melumpuhkan independensi kerja jurnalistik.
Momen tersebut, yang secara efektif menjauhkan para jurnalis dari jantung kekuasaan militer AS, terjadi setelah Batas waktu pukul 4 sore yang ditetapkan oleh Departemen Pertahanan.

Pemerintahan Presiden Donald Trump membela aturan baru tersebut sebagai “akal sehat” yang diperlukan untuk mengatur pers yang dianggap “sangat mengganggu.”
Namun, hampir semua kantor berita besar dengan suara bulat menolak kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertahanan Pete Hegseth.
Pemberangusan Informasi yang Terorganisir?
Aturan kontroversial itu memungkinkan jurnalis untuk diusir jika mereka berupaya melaporkan informasi, baik yang terklasifikasi maupun tidak yang belum disetujui Hegseth untuk dirilis.

- Eksodus Kolektif: Sekitar 40 hingga 50 jurnalis terlihat meninggalkan Pentagon secara bersamaan. Pemandangan kursi, mesin fotokopi, dan kotak-kotak dokumen berjejer di koridor Pentagon menunjukkan betapa tiba-tiba dan mendesaknya keputusan ini.
- Jurnalisme Terancam: “Menyetujui untuk tidak mencari informasi sama artinya dengan menyetujui untuk tidak menjadi seorang jurnalis,” ujar Nancy Youssef, reporter The Atlantic yang telah memiliki meja di Pentagon sejak tahun 2007. “Tujuan utama kami adalah mencari informasi.”
- Kompak Menolak: Kantor berita mulai dari organisasi legacy seperti The Associated Press dan The New York Times, hingga Fox dan Newsmax, menginstruksikan reporter mereka untuk hengkang daripada menandatangani aturan tersebut. Hanya One America News Network (OANN), saluran konservatif, yang bersedia menandatanganinya.
Presiden Trump: “Pers Sangat Tidak Jujur”
Keputusan Menteri Hegseth mendapat dukungan penuh dari Presiden Trump, yang telah lama berseteru dengan media.

“Saya pikir dia menganggap pers sangat mengganggu dalam hal perdamaian dunia,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih. “Pers sangat tidak jujur.”
Sebelum mengeluarkan kebijakan baru ini, Hegseth mantan pembawa acara Fox News Channel telah secara sistematis membatasi aliran informasi.
Ia hanya mengadakan dua briefing pers formal dan melarang reporter mengakses banyak area Pentagon tanpa pendampingan, selain meluncurkan investigasi terhadap kebocoran informasi kepada media.
Para jurnalis melihat bahwa aturan baru ini bukan sekadar pengakuan, melainkan paksaan untuk menuruti skema pemerintah dalam mengontrol narasi.
“Apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah mereka ingin menyuapi informasi kepada jurnalis, dan itulah yang akan menjadi berita mereka. Itu bukan jurnalisme,” ujar Jack Keane, pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS dan analis Fox News.
Keane, yang semasa bertugas selalu menekankan pentingnya peran media dalam demokrasi, menambahkan bahwa terkadang berita yang terbit memang membuatnya sedikit tersentak, tetapi itu biasanya karena “kami telah melakukan sesuatu yang tidak sebaik yang seharusnya kami lakukan.”
Liputan Akan Berlanjut, Dari Jarak yang Lebih Jauh
Meskipun harus menyerahkan lencana akses, para jurnalis menegaskan bahwa peliputan urusan militer AS akan terus berlanjut.
“Ini hal kecil, tapi saya sangat bangga melihat foto saya terpampang di dinding koresponden Pentagon,” tulis Heather Mongilio, seorang reporter untuk USNINews di media sosial. “Hari ini, saya akan menyerahkan lencana saya. Pelaporan akan terus berlanjut.”

- Pentingnya Whistleblower: Reporter NPR Tom Bowman dalam esainya menyoroti bagaimana ia sering mendapatkan tip dari orang-orang di Pentagon dan yang bertugas di lapangan. Mereka sadar bahwa “publik Amerika berhak tahu apa yang sedang terjadi,” meskipun itu bertentangan dengan garis resmi kepemimpinan.
- Risiko Blackout Informasi: Bowman memperingatkan bahwa tanpa reporter yang dapat mengajukan pertanyaan, kepemimpinan Pentagon tampaknya akan semakin bergantung pada unggahan media sosial yang terencana, video pendek yang diorchestrate, dan wawancara dengan komentator partisan. “Tidak ada yang boleh berpikir itu sudah cukup baik,” tegasnya.
Asosiasi Pers Pentagon (Pentagon Press Association), yang beranggotakan 101 orang dari 56 kantor berita, telah bersuara menentang aturan tersebut. Meskipun harus pindah dari area kekuasaan, para jurnalis militer AS tetap bertekad untuk menjalankan peran mereka sebagai mata dan telinga publik.(YA)





