Jakarta — PT Duta Palma Group terseret dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terkait aktivitas ilegal di sektor perkebunan kelapa sawit.
Grup perusahaan itu didakwa merugikan negara hingga Rp 4,79 triliun dan USD 7,88 juta, dalam kegiatan usaha sawit yang dilakukan secara melawan hukum di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, sepanjang tahun 2004 hingga 2022.
“Merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD7.885.857,36 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ujar Jaksa Penuntut Umum, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
Jaksa Penuntut Umum, Bertinus Haryadi Nugroho juga mengungkapkan, praktik ilegal tersebut melibatkan sejumlah anak perusahaan seperti PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific.
Dana hasil korupsi disalurkan ke PT Darmex Plantations yang merupakan induk usaha sawit milik Surya Darmadi, dan selanjutnya digunakan untuk pembayaran dividen, utang pemegang saham, serta transfer ke sejumlah perusahaan afiliasi.
Surya Darmadi juga diketahui beberapa kali melakukan pertemuan dengan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, untuk meminta persetujuan atas pembukaan lahan sawit di kawasan hutan, meskipun tanpa izin resmi.
Mirisnya, sejumlah perusahaan tetap diberikan izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP), meskipun tidak memiliki dokumen penting seperti AMDAL, UKL, dan UPL.
Bahkan, kegiatan usaha dilakukan tanpa izin pelepasan kawasan hutan, yang menyebabkan negara kehilangan pendapatan dari Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Sewa Kawasan Hutan.
Lebih lanjut, PT Banyu Bening Utama diduga membangun pabrik pengolahan sawit tanpa IUP Budidaya dan IUP Pengolahan. Aktivitas sawit ilegal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, dan alih fungsi kawasan hutan secara masif. ( Ep)