London, Inggris — Starbucks, jaringan kedai kopi global terbesar di dunia, akhirnya mengakui bahwa strategi memangkas jumlah karyawan demi mengandalkan otomatisasi tidak berjalan sesuai harapan.
Setelah mencatat hasil keuangan yang lebih buruk dari perkiraan, perusahaan memutuskan untuk kembali merekrut lebih banyak barista dan mengurangi penggunaan mesin otomatis di gerai-gerainya.
CEO Starbucks, Brian Niccol yang baru menjabat sejak September 2024 mengumumkan perubahan arah kebijakan tersebut, dalam pertemuan dengan para investor.
“Selama beberapa tahun terakhir, kami memang mengurangi tenaga kerja di toko-toko dengan harapan bahwa mesin dan peralatan otomatis bisa menutupi kekurangannya. Ternyata asumsi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan,” ungkap Niccol seperti dikutip dari The Guardian.
Ia juga menyebutkan bahwa hasil kuartal pertama 2025 sebagai “mengecewakan”. Penjualan global perusahaan turun 1 persen, menjadi penurunan kelima berturut-turut dalam lima kuartal terakhir.
Mengapa Otomatisasi Starbucks Gagal ?
- Mesin tidak bisa menggantikan keramahan manusia
Pelanggan datang bukan hanya untuk kopi, tapi juga untuk pengalaman sosial dan emosional. Interaksi barista seperti sapaan ramah, tulisan tangan di gelas, dan senyum tulus tak tergantikan oleh teknologi. - Efisiensi operasional tak menjamin kepuasan pelanggan
Meski mesin mempercepat proses pembuatan minuman, waktu tunggu tetap tinggi karena kurangnya tenaga kerja di area pelayanan. - Harga tinggi tidak sebanding dengan layanan
Dengan harga minuman yang bisa mencapai lebih dari Rp120.000, pelanggan menuntut layanan premium, bukan suasana robotik dan dingin. - Kompetitor justru lebih unggul dengan pendekatan sederhana
Rantai kedai kopi seperti Greggs dan Caffè Nero tumbuh lebih cepat karena mereka tetap menjaga kesederhanaan layanan dan harga yang lebih ramah di kantong.
Rekrut Barista, Kurangi Mesin, Sederhanakan Menu
Seperti dilansir The Guardian, Niccol yang sebelumnya sukses memimpin Chipotle Mexican Grill, telah memperluas program uji coba peningkatan staf dari hanya beberapa gerai menjadi sekitar 3.000 toko dari total 36.000 gerai Starbucks di seluruh dunia.
“Teknologi seharusnya mendukung, bukan menggantikan pelayanan manusia. Peralatan saja tidak bisa menciptakan pengalaman pelanggan yang kami butuhkan. Yang bisa mewujudkannya adalah manusia dengan bantuan teknologi,” ujarnya.
Perubahan yang akan dilakukan Starbucks :
- Kembali merekrut Barista
- Mengurangi penggunaan mesin
- Menunda peluncuran Siren Craft System (sistem otomatisasi yang dirancang untuk mempercepat proses pembuatan minuman yang awalnya diharapkan menjadi standar baru di seluruh gerai)
- Merombak menu Starbucks yang dianggap terlalu kompleks (kompleksitas menu memperlambat pelayanan dan membingungkan pelanggan)
- Inovasi kecil namun berdampak besar, seperti penggunaan cangkir keramik, tulisan tangan personal di gelas kopi, hingga kursi yang nyaman)
Menurut Niccol, “Ketika pelanggan memilih untuk duduk lebih lama di gerai kami, itu tanda bahwa detail kecil dan keramahan punya kekuatan besar dalam meningkatkan kepuasan.”
Keuangan Masih Tertekan
Meski berbagai strategi perbaikan mulai dijalankan, dampaknya terhadap keuangan perusahaan belum terlihat signifikan.
Starbucks mencatat penurunan penjualan global sebesar 1% pada kuartal pertama tahun 2025, menjadi penurunan kelima secara berturut-turut.
Namun demikian, terdapat sedikit titik terang. Penjualan di luar pasar utama seperti Tiongkok dan Kanada justru menunjukkan tren peningkatan. Niccol berharap, dengan perubahan pendekatan secara menyeluruh, Starbucks dapat segera keluar dari tekanan.
Langkah mundur dari otomatisasi mungkin terlihat sebagai kegagalan strategi modernisasi, namun justru menjadi bukti bahwa bisnis tetap membutuhkan sentuhan manusia.
Starbucks, yang dulu dikenal sebagai “tempat ketiga” antara rumah dan kantor, kini berusaha menghidupkan kembali identitas tersebut.
Dengan kembali memprioritaskan pengalaman pelanggan, memperkuat sumber daya manusia, dan menyederhanakan layanan, Starbucks mencoba mengembalikan kepercayaan konsumen satu cangkir kopi dalam satu interaksi hangat pada satu waktu. (YA)
Baca juga :