Lautan dalam Bahaya: Attenborough Ungkap Kolonialisme Modern di Dasar Laut

Kecaman Global Terhadap Pembabatan Hutan Tropis, Namun di Laut Tindakan Serupa Dianggap Biasa

Inggris – Di usia yang ke-99, Sir David Attenborough kembali hadir lewat film dokumenter terbarunya yang berjudul Ocean.

Film ini tidak hanya menampilkan keindahan laut, tapi juga menjadi peringatan keras tentang kehancuran yang tengah berlangsung di bawah permukaan air.

Delapan tahun setelah Blue Planet, mengubah cara dunia melihat plastik sekali pakai, Attenborough kini mengangkat isu yang tak kalah mendesak.

Perikanan industri yang merusak kehidupan laut kian brutal, terutama lewat metode bottom trawling (penangkapan ikan dengan menyeret jaring di dasar laut).

Perusakan Laut Terlihat dari Luar Angkasa

Attenborough tidak lagi berbicara dengan bahasa halus. Dalam narasinya, ia menyebut bahwa kapal-kapal penangkap ikan besar merobek dasar laut dengan kekuatan luar biasa, hingga “jejak kehancurannya bisa terlihat dari luar angkasa.”

Ia menyoroti praktik bottom trawling sebagai bentuk “kolonialisme modern di laut,” di mana kapal-kapal besar negara maju menangkap ikan di perairan negara-negara berkembang.

Sementara negara berkembang sangat bergantung pada laut sebagai sumber pangan dan penghidupan. Akibatnya, nelayan lokal menghadapi penurunan hasil tangkapan yang drastis.

“Perikanan industri telah membunuh dua pertiga dari seluruh ikan predator besar. Di Antartika, kapal-kapal ini bisa jadi sedang mencabut fondasi seluruh ekosistem,” ujar Attenborough seperti dikutip dari The Guardian.

Dalam film ini, Attenborough mengingatkan bahwa hewan laut seperti hiu dan penyu yang telah bertahan sejak zaman dinosaurus, kini menghadapi bahaya kepunahan yang nyata.

Hal itu terjadi bukan karena bencana alam, melainkan karena “ratusan ribu kapal trawl industri yang bersaing dengan kehidupan laut dan komunitas nelayan di setiap sudut lautan.”

Menurut salah satu Sutradara Ocean, Keith Scholey yang juga kolaborator lama Attenborough, kali ini sang naturalis melangkah jauh lebih tegas dibanding sebelumnya.

“Ia tahu betapa besarnya kepercayaan publik padanya, dan betapa berharganya kesempatan ini untuk membawa perubahan nyata,” ungkap Scholey.

Pembantaian di Dasar Laut

Dilansir dari The Guardian, salah satu adegan paling mengejutkan dalam Ocean adalah rekaman perdana dunia tentang kapal-kapal bottom trawler, termasuk kapal penggaruk kerang di pesisir selatan Inggris dan kapal serupa di Turki.

Lumpur sedimen kaya karbon diaduk, sementara ikan dan hewan laut lainnya melompat panik mencoba menghindari palang besi berat yang menghancurkan dasar laut di hadapan mereka.

Pemandangan ini sangat kontras dengan kecaman global terhadap pembabatan hutan tropis. Namun di laut, tindakan serupa dianggap biasa.

Menjelang usia seabad, Attenborough mengajak dunia untuk mengalihkan perhatian dari daratan ke samudra.

“Saya kini memahami bahwa tempat terpenting di Bumi bukanlah di darat, melainkan di laut. Kita berada di persimpangan jalan, dengan umat manusia yang sedang menguras kehidupan dari lautan,” kata Attenborough.

Konferensi Laut PBB

Dokumenter ini juga menjadi panggung untuk menyoroti Konferensi Laut PBB, yang akan berlangsung di Nice pada bulan Juni. Target global adalah melindungi 30% lautan dunia dari praktik perikanan destruktif pada tahun 2030.

Namun bagi Attenborough, kesepakatan itu belum cukup. Pesannya jelas, komitmen harus diiringi dengan aksi nyata.

Scholey menambahkan bahwa keberhasilan Attenborough adalah kemampuannya untuk tetap menjadi sosok terpercaya lintas generasi dan latar belakang. “Saat David memainkan kartunya, dampaknya bisa sangat besar.”

“Gagasan tentang membuldoser hutan tropis menimbulkan kemarahan, namun kita melakukan hal yang sama di bawah laut setiap hari. Bukankah semestinya ini dianggap ilegal?” – David Attenborough(*)

Sumber : theguardian.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *