Pohon Adalah Nyawa, Bukan Sekadar Kayu Bisnis Investor Yang Berdampak Bencana!

Upaya Merawat Pohon Menjadi Garansi Masa Depan, Saat Investor Ingin Meratakan Lahan Hijau & Hutan

Kab. Bogor – Di tengah upaya segelintir pihak, dari aktivis hingga pemerintah daerah, untuk menanam, merawat, dan melindungi pohon tua yang rapuh, ada kekuatan besar lain yang bergerak secara brutal.

Demi keuntungan finansial yang dibungkus dalih “pembangunan dan kemajuan bangsa,” hutan dan lahan hijau diratakan, mengabaikan fakta bahwa kerusakan alam adalah bom waktu bencana.

Ironi ini terasa paling pahit saat melihat banjir bandang dan longsor yang berulang kali melanda Indonesia.

Terakhir, bencana banjir bandang dan longsor yang melanda wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh, menjadi bukti nyata bahwa laba ekonomi sesaat harus dibayar mahal dengan nyawa dan kehancuran ekologis.

Dalih Kemajuan vs. Bencana Ekologis

Narasi “pembangunan” sering kali menjadi tameng bagi eksploitasi lingkungan.

Pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan monokultur, pertambangan, hingga pembangunan infrastruktur yang tidak ramah lingkungan, kerap diprioritaskan di atas prinsip kelestarian lingkungan.

Meskipun para pebisnis mengklaim bahwa tindakan mereka mendorong ekonomi, dampaknya bagi ekosistem adalah malapetaka, yaitu:

  • Hilangnya Penyerap Air: Penebangan pohon, terutama di kawasan hulu, bukit, dan lereng menghilangkan fungsi lahan hijau sebagai spons alami yang menyerap curah hujan ekstrem.
  • Longsor dan Banjir: Tanpa akar pohon yang mengikat tanah, bencana longsor dan banjir bandang, seperti yang sering terjadi, merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan.

Suara Kritis & Kebijakan Pelarangan

Kesadaran bahwa merusak lingkungan demi uang adalah tindakan bunuh diri ekologis, telah lama disuarakan oleh para pejuang lingkungan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) seringkali menyuarakan kritik tajam terhadap kebijakan yang mengorbankan lingkungan demi investasi jangka pendek.

“Bencana ekologis yang melanda di Sumatra misalnya, bukanlah ‘bencana alam’ murni. Ini adalah ‘bencana sosial-ekologis’ yang diakibatkan oleh keputusan investasi bisnis (korporasi) dan perizinan (pemerintah) yang masif merusak daya dukung lingkungan,” tulis WALHI dalam siaran pers resminya. 

Pemerhati dan pecinta lingkungan, July Sutedjo,dengan tegas menyatakan bahwa kita harus berhenti melihat pohon hanya sebagai sumber kayu atau penghalang proyek.

Pemerhati & Pecinta Lingkungan, July Sutedjo, bersama warga merawat pohon pohon di kawasan lahan hijau Sentul, Kab. Bogor

“Pohon, apalagi yang sudah tua, adalah jantung ekosistem. Mereka adalah investasi keselamatan kita. Mengorbankan pohon demi uang adalah menjual nyawa generasi mendatang untuk keuntungan instan.” ujar July yang ditemui ketika merawat pohon pohon di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor.

Pernyataan ini sejalan dengan langkah berani yang diambil oleh beberapa kepala daerah. Salah satunya Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang mengeluarkan kebijakan keras melarang penebangan pohon di Jawa Barat.

Kang Dedi Mulyadi yang akrab di sapa KDM, mengirim Surat Edaran (SE) kepada bupati/wali kota se-Jabar tentang larangan penebangan pohon yang berpotensi menimbulkan bencana.

Surat Edaran tersebut dikeluarkan sambil menunggu aturan baru berupa Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar, tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan.

Dedi Mulyadi – Foto: Dok. Pemprov Jabar

“Larangan penebangan pohon perlu diterapkan untuk mencegah terjadi bencana alam. Jabar berpotensi mengalami bencana alam seperti di Sumatra, karena kondisi hutan memprihatinkan, contohnya di Garut, Bogor, dan Sukabumi. Bencana di Aceh dan Sumbar itu bisa terjadi di kita, bukan nakut-nakutin,” jelas KDM dikutip dari Laman Resmi Pemprov Jabar.

Kebijakan ini menekankan pentingnya pelestarian dan perawatan pohon, bahkan yang sudah rapuh atau hampir mati, sebagai bagian dari warisan dan perlindungan bencana alam di Jawa Barat.

  • Penanaman kembali di area kritis dan bekas tambang.
  • Perawatan pohon tua (pemangkasan struktural dan pemasangan penyangga) agar tetap berdiri dan berfungsi maksimal.
  • Perlindungan pohon hampir mati sebagai habitat penting bagi satwa liar dan upaya revitalisasi.

Belajar dari Air Mata Sumatra

Bencana di Pulau Sumatra menjadi studi kasus paling menyakitkan, dari kegagalan menyeimbangkan pembangunan dan konservasi.

Kerusakan parah yang dialami Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh menunjukkan betapa rapuhnya kondisi lingkungan ketika pohon, lahan hijau, bahkan hutan dijarah.

Kerugian akibat bencana itu tidak hanya dihitung dalam rupiah, mulai dari rusaknya infrastruktur, hilangnya rumah, hingga korban jiwa, tetapi juga dalam hilangnya keanekaragaman hayati yang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih.

Pohon Jaminan Masa Depan

Perdebatan antara pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi harus diakhiri. Kedua hal tersebut tidak seharusnya menjadi dikotomi, melainkan sinergi.

Pohon-pohon tua yang kita lindungi hari ini, program penanaman kembali yang kita lakukan, dan kebijakan perlindungan lingkungan yang kita terapkan, adalah asuransi terbaik melawan bencana.

“Suarakan hak hidup bagi setiap akar, karena ini soal nyawa manusia. Cinta bumi terukir di tanah, bukan di kata-kata,” tutup July Sutedjo.

Lingkungan yang sehat adalah prasyarat untuk kemajuan yang berkelanjutan, bukan sebaliknya.

Masa depan Indonesia yang tangguh, bebas dari jeritan longsor dan banjir, terletak pada kemampuan kita untuk mendengarkan suara peduli lingkungan, dan menaati larangan penebangan yang diinisiasi banyak kalangan. (*)

Baca juga :

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *