Presiden Korea Selatan Diberhentikan Dari Jabatan!

Mahkamah Konstitusi Menyatakan Presiden Yoon Suk-yeol Melanggar Karena Dekrit Darurat Militer

Seoul, Korea Selatan – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara bulat memilih untuk memberhentikan Presiden Yoon Suk-yeol, atas deklarasi darurat militer yang dikeluarkannya pada akhir tahun lalu.

Saat membaca keputusan di pengadilan pada Jumat (4/4/2025), Ketua Mahkamah Konstitusi sementara Moon Hyung-bae menanggapi setiap alasan yang diberikan Yoon untuk mendeklarasikan darurat militer, dan mengatakan bahwa presiden telah melampaui wewenangnya dengan menerjunkan pasukan ke jalanan ibukota pada bulan Desember 2024.

Pada saat itu, Yoon mengklaim bahwa kekuatan anti-negara dan infiltrasi dari Korea Utara telah merasuki pemerintahan, Namun pejabat militer dan polisi senior yang dikirim untuk menutup Parlemen Nasional negara itu mengungkapkan, bahwa Yoon memerintahkan mereka untuk menahan politisi  dan mencegah parlemen untuk melakukan pemungutan suara yang akan mencabut perintah darurat militer yang ia keluarkan.

Majelis Nasional Korea Selatan telah memilih untuk memakzulkan Yoon pada 14 Desember 2024, tetapi mereka membutuhkan persetujuan Mahkamah Konstitusi untuk secara resmi mengeluarkannya dari jabatan. Yoon mengatakan pada Jumat bahwa ia akan menerima putusan pengadilan.

Pemerintah sekarang memiliki waktu 60 hari untuk mengadakan pemilihan presiden, dan Presiden sementara Han Duck-soo akan tetap menjabat hingga saat itu.

Yoon juga diperkirakan akan menghadapi serangkaian penyelidikan kriminal, seperti penyalahgunaan kekuasaan. Tuduhan pengkhianatan adalah satu-satunya penyelidikan kriminal yang tidak dilindungi darinya, selama ia menjabat sebagai presiden. Pemecatannya membuka kemungkinan untuk akuntabilitas hukum lebih lanjut.

Dia juga telah dicabut dari semua hak istimewa presiden, termasuk staf pendukung seperti ajudan resmi dan sopir, dan ia tidak lagi berhak menerima pensiun yang setara dengan 95 persen dari gaji seorang presiden. Yoon kini juga diharuskan untuk meninggalkan kediaman presiden, dan ia tidak akan dimakamkan di pemakaman nasional ketika meninggal dunia.

Respon Warga Korea Selatan

Di luar pengadilan, putusan tersebut disambut dengan sorakan dari para kritikus Yoon. Sebaliknya, kerumunan pendukung Yoon yang sebagian besar adalah para pengunjuk rasa yang lebih tua tampak relatif tenang, dengan membawa  beberapa Poster dengan tulisan dan teriakan “pemilu curang” dan “korupsi” terdengar di antara mereka.

Seorang warga, Park Heon-hyung, yang berjalan melewati protes bersama istrinya setelah putusan tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia memiliki “rasa hormat yang luar biasa terhadap para pengunjuk rasa yang datang setiap hari untuk menjalankan hak demokratis mereka”.

Korea Selatan, meskipun dianggap sebagai salah satu demokrasi paling sukses di Asia (meskipun kadang-kadang bergolak) masih relatif baru dalam klub ini. Negara ini dipimpin oleh serangkaian diktator yang didukung militer dari tahun 1948 hingga 1987, ketika protes massal menggulingkan 17 tahun pemerintahan darurat militer dan membawa Korea Selatan menuju demokrasi.

Kenangan akan pemerintahan militer masih hidup di kalangan banyak orang Korea Selatan, bahkan beberapa dekade setelah negara ini mengkonsolidasikan institusi demokrasinya. Rekam jejak Korea Selatan dalam hal pemimpin, juga mencatatkan banyak skandal korupsi yang melibatkan presiden, staf, atau anggota keluarga mereka.

Baca juga : Drama Politik Korea Selatan: Presiden Dibebaskan, Pemberontakan Menanti

Apakah Demokrasi Korea Selatan Tetap Hidup ?

Proses pemakzulan Yoon telah menjadi pusat perdebatan politik lainnya bagi Korea Selatan, dengan protes yang mendukung maupun yang menentangnya setelah penangkapannya pada Januari 2025. Pendukung Yoon menyerbu gedung pengadilan di Seoul pada Januari, setelah penahanan presiden yang kini sudah tidak menjabat tersebut diperpanjang.

Meskipun keputusan pengadilan berjalan dengan damai pada hari Jumat, para pendukung dan kritikus Yoon berencana untuk kembali ke jalanan pada akhir pekan ini di ibu kota Korea Selatan. Kelompok yang mendukung pemakzulan akan mengadakan rapat umum, yang pada dasarnya merupakan perayaan sekaligus menyerukan pembersihan “pendukung pengkhianatan”.

Jeon Kwang-hoon, seorang pastor sayap kanan kontroversial yang populer di kalangan pendukung Yoon, telah menyerukan kepada “semua orang yang tidak bisa menerima pemakzulan untuk berkumpul di Alun-Alun Gwanghwamun”. (YA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *