Trump Bekukan Media yang Didanai AS Termasuk VOA, Ratusan Jurnalis Kehilangan Pekerjaan

Washington D.C. – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengejutkan dunia jurnalistik dengan membekukan operasi Voice of America (VOA), Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan media lain yang didanai oleh pemerintah AS. Keputusan ini diumumkan melalui perintah eksekutif pada Jumat (14/3/2025), yang mencantumkan Badan Media Global AS (USAGM) sebagai salah satu elemen birokrasi federal yang dianggap tidak diperlukan.

Akibatnya, ratusan jurnalis menerima email pemberitahuan akhir pekan lalu, menyatakan bahwa mereka dilarang masuk ke kantor dan harus menyerahkan kartu pers serta perlengkapan kerja mereka.

Pemotongan Anggaran dan Alasan Politik

Trump, yang dikenal sering mengecam media, mengklaim bahwa langkah ini bertujuan menghemat pajak rakyat dan menghentikan apa yang disebutnya sebagai “propaganda radikal”.

Kari Lake, seorang pendukung setia Trump yang ditunjuk untuk memimpin USAGM, menyampaikan dalam emailnya bahwa “dana hibah federal tidak lagi digunakan sesuai dengan prioritas pemerintahan.”

Gedung Putih menyambut keputusan ini dengan nada sindiran. Pejabat pers Gedung Putih, Harrison Fields, bahkan menulis “selamat tinggal” dalam 20 bahasa di platform X, merujuk pada liputan multibahasa yang selama ini menjadi kekuatan media-media tersebut.

Direktur VOA, Michael Abramowitz, mengungkapkan kekecewaannya, menyebut bahwa pemecatan mendadak ini akan “melumpuhkan misi vital VOA”, yang selama ini menjangkau 360 juta orang dalam 48 bahasa setiap minggunya.

Kecaman dari Dunia Jurnalistik dan Kongres

Keputusan ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, terutama dari komunitas pers dan politisi.

Pemimpin Radio Free Europe/Radio Liberty, Stephen Capus, menyebut pemotongan dana ini sebagai “hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika”, karena media ini telah menjadi benteng informasi bagi negara-negara di bawah pengaruh otoritarianisme, termasuk Iran, China, Rusia, dan Belarus.

“Kini, ayatollah Iran, pemimpin komunis China, serta otokrat di Moskow dan Minsk akan merayakan kehancuran RFE/RL setelah 75 tahun,” ujar Capus dalam pernyataannya.

Kongres AS, yang memiliki kewenangan atas anggaran federal, juga diperkirakan akan menghambat keputusan ini. Gregory Meeks, politisi Demokrat senior di Komite Urusan Luar Negeri DPR, bersama dengan anggota kongres Lois Frankel, menyebut kebijakan ini berbahaya dan akan berdampak panjang pada kemampuan AS dalam menangkal propaganda asing.

Selain itu, kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam langkah ini, menyebutnya sebagai “ancaman serius terhadap kebebasan pers global”, serta mencoreng 80 tahun sejarah AS dalam mendukung kebebasan informasi.

Dampak Besar bagi Jurnalis dan Kebebasan Pers

Keputusan Trump ini juga menimbulkan dampak serius bagi para jurnalis yang bekerja di media tersebut.

Seorang karyawan VOA yang tak ingin disebutkan namanya menggambarkan pemberitahuan mendadak ini sebagai “contoh sempurna dari kekacauan dan kurangnya kesiapan dalam proses ini.” Banyak staf VOA bingung karena program-program yang telah dijadwalkan dibatalkan tanpa pemberitahuan langsung.

Sementara itu, seorang jurnalis Radio Free Asia mengungkapkan kekhawatiran lebih dalam:

“Ini bukan hanya soal kehilangan pekerjaan. Kami memiliki staf dan kontraktor yang hidup dalam ketakutan, terutama mereka yang bekerja di negara-negara otoriter seperti China, Myanmar, Korea Utara, dan Vietnam. Banyak dari mereka kini berada dalam bahaya.”

Tak hanya itu, ada pula kekhawatiran di kalangan staf AS yang bergantung pada visa kerja. Jika media ini resmi ditutup, mereka berisiko dideportasi karena kehilangan status hukum mereka di AS.

Masa Depan Media Internasional AS

Media yang didanai pemerintah AS telah lama berperan dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan informasi. Sejak berakhirnya Perang Dingin, fokus mereka telah bergeser dari Eropa Timur ke kawasan yang dianggap lebih rentan terhadap disinformasi, seperti China dan Rusia.

Namun, kini, di tengah meningkatnya pengaruh media milik negara China, yang semakin agresif dalam mendistribusikan konten ke berbagai negara berkembang, penutupan VOA dan media serupa dianggap sebagai kemunduran besar bagi diplomasi AS.

Apakah kebijakan ini akan bertahan atau dibatalkan oleh Kongres masih menjadi tanda tanya besar. Yang jelas, keputusan ini telah mengguncang dunia jurnalistik dan memperkuat kekhawatiran tentang masa depan kebebasan pers di bawah kepemimpinan Donald Trump. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *