Bangkok – TikTok, platform media sosial yang sangat populer di kalangan anak muda, baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan berinvestasi di Thailand. TikTok mengumumkan investasi di Thailand sebesar US$ 8,8 miliar atau sekitar Rp 143 triliun dalam lima tahun ke depan.
Keputusan ini membuat banyak orang bertanya-tanya, mengapa TikTok memilih Thailand dan tidak Indonesia ?
Praktisi IT yang juga CEO Samakta Mitra Data Center, Irvan Yasni menyatakan, “TikTok memilih Thailand dikarenakan biaya investasi & operasional lebih murah, ketersediaan infrastruktur yang diperlukan seperti akses ke internet lebih memadai, sumber daya manusia untuk support system lebih banyak. Belum lagi dari sisi subsidi atau kemudahan dalam berinvestasi terkait perpajakan, listrik, dan lain lain.”
“Selain itu Indonesia juga memiliki regulasi yang ketat terhadap platform media sosial, sehingga membuatnya menjadi lebih sulit bagi perusahaan seperti TikTok untuk beroperasi. Termasuk juga kebijakan pemerintah dan regulasi terkait pengelolaan data dan privasi mengenai perlindungan data pribadi,” ujar Irvan.
Sementara menurut Pakar IT & Telematika Abimanyu Wachjoewidajat atau yang biasa disapa abah, “Perusahaan berinvestasi pasti untuk mendapatkan keuntungan, apalagi investasi dilakukan diluar negara asalnya. Untuk itu mereka pasti mencari tempat yang aman dan nyaman. Thailand memberikan kemudahan dalam hal regulasi dengan komitmen yang tinggi. Sementara Indonesia, banyak regulasi yang tumpang tindih dan menyulitkan, bahkan untuk pengusaha Indonesia sekalipun.”
Berikut 7 alasan yang membuat TikTok memilih berinvestasi di Thailand ketimbang Indonesia :
- Stabilitas Politik dan Ekonomi : Pada tahun 2024, Thailand memiliki indeks stabilitas politik sebesar 0,82, sedangkan Indonesia memiliki indeks sebesar 0,71 (sumber: World Bank, 2024).
- Infrastruktur : Pada tahun 2024, Thailand memiliki kecepatan internet rata-rata sebesar 65,47 Mbps, sedangkan Indonesia memiliki kecepatan internet rata-rata sebesar 28,80 Mbps (sumber: Speedtest Global Index – Desember 2024).
- Biaya Operasional Listrik : Pada tahun 2024, biaya listrik di Thailand sebesar 0,10 USD per kWh, sedangkan di Indonesia sebesar 0,14 USD per kWh (sumber: World Bank, 2024).
- Sumber Daya Manusia : Pada tahun 2024, Thailand memiliki 1,6 juta pekerja di sektor teknologi informasi, sedangkan Indonesia memiliki 1,3 juta pekerja (sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2024).
- Dukungan & Kerjasama Pemerintah : Pemerintah Thailand memberikan dukungan penuh dan kerjasama di bidang ekonomi digital, serta investasi dan operasional TikTok. (sumber : Bangkok Post)
- Lokasi Strategis: Thailand memiliki lokasi yang strategis, terletak di pusat Asia Tenggara dan memiliki akses mudah ke negara-negara lain di kawasan ini, dengan 10 bandara internasional dan 7 pelabuhan laut (sumber: Tourism Authority of Thailand, 2024).
- Insentif Pajak : Pada tahun 2024, pemerintah Thailand menawarkan insentif pajak sebesar 15-20% bagi perusahaan teknologi yang berinvestasi di negara tersebut, dengan syarat investasi minimal 1 miliar THB (sumber: Revenue Department of Thailand, 2024).
Ada lagi satu permasalahan mengenai investasi di tanah air, yaitu kepastian hukum. Menurut Abah Abimanyu, “Kepastian hukum dalam operasional pada waktu 15 atau 20 tahun mendatang, bisa jadi masalah. Di Indonesia, setiap ganti pemimpin bisa berubah regulasi & kebijakannya. Semua yang sudah disepakati sebelumnya bisa berubah dan bisa menyulitkan investor, sehingga tidak ada kepastian hukum dan tidak membuat iklim investasi menjadi kondusif.”
Dikutip dari Reuters, Wakil Presiden Kebijakan Publik TikTok Helena Lersch, dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawarta di Bangkok, Thailand, menyatakan investasi TikTok nantinya akan digunakan untuk membangun pusat data baru serta mendukung ekonomi digital di negara Gajah Putih itu.
Menurut Helena, “Kami berterima kasih atas dukungan pemerintah Thailand terhadap investasi dan operasional TikTok. Nantinya TikTok akan bermitra dengan Pemerintah Thailand dalam pemberantasan berita palsu dan penipuan daring, serta memantau keamanan konten dan meluncurkan kampanye peningkatan literasi digital.”
Dengan masuknya TikTok, maka menambah panjang deretan perusahaan teknologi dunia yang sudah berinvestasi di Thailand, setelah sebelumnya sudah ada Apple, Nvidia, dan Microsoft. Keputusan TikTok itu membuat Indonesia kehilangan kesempatan untuk menjadi tuan rumah, bagi salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Meskipun dari sisi jumlah penduduk dan pengguna, Indonesia merupakan pasar besar bagi TikTok.
Berdasarkan data dari Reportal pada Juli 2024, Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak di dunia, mengalahkan Amerika Serikat. Indonesia berada di peringkat pertama dengan jumlah pengguna 157,6 juta, sedangkan Thailand hanya berada di peringkat ke 9 dengan jumlah pengguna 50,81 juta.
Jadi, jangan sampai Indonesia ketinggalan kereta. Indonesia harus segera memperbaiki infrastruktur, regulasi, dan seluruh perangkat lainnya, untuk menarik investasi dari perusahaan teknologi global.
Tapi kabar baiknya bagi TikTok, orang Indonesia akan tetap menggunakan dan memakai TikTok. “Meski tidak berinvestasi di tanah air, pengguna TikTok di Indonesia tidak akan berkurang,” kata Abah Abimanyu.