Tujuh Warga Tewas, Thailand-Kamboja Saling Tembak Sengit

Perbatasan Mendidih: Gencatan Senjata Trump Gagal Total

Thailand – Bentrokan bersenjata sengit kembali pecah di perbatasan Thailand dan Kamboja, merenggut nyawa warga sipil dan tentara pada Rabu (10/12/25).

Eskalasi kekerasan mematikan ini secara efektif telah mementahkan perjanjian gencatan senjata yang difasilitasi oleh Amerika Serikat (AS), dan disepakati di hadapan Donald Trump hanya enam minggu sebelumnya.

Merilis laporan terbaru The Guardian dari zona sengketa, tercatat tujuh warga sipil tewas dan 20 lainnya terluka di pihak Kamboja, sementara tiga tentara Thailand gugur.

Intensitas baku tembak yang terjadi sejak beberapa hari lalu, dinilai sebagai yang terburuk sejak konflik lima hari pada bulan Juli.

Kedua negara saat ini saling melontarkan tuduhan sebagai pemicu bentrokan baru, sekaligus menegaskan tekad untuk mempertahankan kedaulatan wilayah masing-masing.

Perbatasan Thailand & Kamboja – Foto: Dok. EPA (Narong Sangnak)

Reaksi Keras di Zona Konflik

Setelah kesepakatan damai gagal total, para pemimpin kedua negara dengan cepat merespons, mengisyaratkan kesiapan untuk mengambil tindakan militer.

  • Kamboja: Presiden Senat, Hun Sen, melalui media sosial pada Selasa pagi (10/12/25), menyatakan bahwa Kamboja terpaksa melancarkan serangan balasan.

“Setelah bersabar selama lebih dari 24 jam” untuk menghormati perjanjian dan mengevakuasi warga sipil, Kamboja harus bertindak. Kamboja memerlukan perdamaian, tetapi Kamboja wajib melakukan serangan balasan untuk mempertahankan wilayah kami,” ujar tokoh yang masih memiliki pengaruh kuat meskipun telah menyerahkan kekuasaan Perdana Menteri pada 2023 itu.

  • Thailand: Juru Bicara Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Surasant Kongsiri menegaskan bahwa negara itu tidak akan ragu mengambil langkah militer yang diperlukan.

“Thailand bertekad untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya, dan oleh karena itu, tindakan militer harus diambil sesuai kebutuhan,” katanya kepada The Guardian.

Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul juga pernah berjanji bahwa pemerintahannya akan berbuat apa pun untuk melindungi wilayah mereka.

Ia menekankan bahwa tidak ada ruang untuk negosiasi, jika Kamboja tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan Thailand.

Korban & Tuduhan Senjata Berat

Konflik dilaporkan telah meluas, bahkan melibatkan Angkatan Laut Thailand yang berupaya mengusir pasukan Kamboja yang dituduh melanggar wilayah Thailand di Provinsi Trat. Kedua militer saling menuduh penggunaan senjata mematikan.

  • Militer Thailand menuding Kamboja menggunakan peluncur roket, drone pengebom, dan artileri untuk menyerang posisi mereka, bahkan melaporkan tembakan artileri telah mengenai dua rumah sipil di Provinsi Sa Kaeo.
  • Sementara Kamboja menuduh “agresi yang diperbarui” oleh Thailand telah “menghancurkan infrastruktur, merusak kuil, properti budaya, warisan kemanusiaan,” dan mengganggu layanan publik.

Tragedi ini telah mendorong eksodus besar-besaran. Data militer Thailand menunjukkan lebih dari 125.000 penduduk kini berada di tempat penampungan evakuasi di empat provinsi.

Di Kamboja, lebih dari 21.000 orang telah dievakuasi dari provinsi Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Banteay Meanchey.

Warga berlindung di bunker menyusul bentrokan di sepanjang perbatasan Thailand & Kamboja – Foto: Dok. AFP (Arnun Chonmahatrakool)

Sejarah Sengketa Sulit Dipadamkan

Perselisihan antara Thailand dan Kamboja berakar dari masalah perbatasan, yang sudah berlangsung lebih dari satu abad, sejak Prancis pertama kali memetakan batas daratan ketika menduduki Kamboja hingga tahun 1953.

Ketegangan berulang kali meletus di sepanjang perbatasan, yang membentang lebih dari 800 kilometer. Sebelum bentrokan terbaru, kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Donald Trump pada Juli sudah tampak rapuh.

  • November 2025, Thailand sempat mengumumkan penangguhan kesepakatan, dan menuduh Kamboja memasang ranjau darat baru di sepanjang perbatasan.
  • Sebuah insiden tembakan yang saling dituduhkan oleh kedua pihak, juga telah menewaskan seorang warga sipil Kamboja dan melukai tiga lainnya.

Konflik perbatasan ini seolah menjadi siklus kekerasan yang sulit diputus, di mana setiap kesepakatan damai selalu dibayangi oleh ketidakpercayaan dan pertumpahan darah berikutnya. (YA)

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *