New York, AS – Bayangkan sebuah merek mobil yang dulunya begitu digandrungi, simbol kemajuan dan masa depan yang hijau, tiba-tiba popularitasnya merosot tajam, penjualan anjlok, dan citranya terkikis.
Ini bukan skenario fiksi, melainkan kenyataan pahit yang kini dihadapi Tesla, imbas dari ‘petualangan’ politik sang pendiri, Elon Musk.
Angin kencang mulai berembus sejak Elon Musk dikabarkan menjadi Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) di bawah pemerintahan Trump.
Dukungan terang-terangan Musk terhadap salah satu kubu politik ini, terutama di tengah hiruk pikuk politik Eropa, rupanya membawa konsekuensi serius bagi sang raksasa mobil listrik.
Profesor Pemasaran, Scott Galloway tak segan menggambarkan situasi ini kepada The Guardian, sebagai “salah satu kerusakan merek terbesar” sepanjang masa.
Mengapa ? Karena dampaknya langsung terasa pada penjualan dan reputasi Tesla yang mencolok, terutama di pasar Eropa.
Penjualan Anjlok, Reputasi Terjungkal
Angka-angka bicara lebih keras dari apapun. Data statistik penjualan Tesla di wilayah Eropa menunjukkan penurunan yang drastis, seolah pasar merespons dengan tegas pilihan politik sang CEO.
- Prancis: Penjualan Tesla menurun 59%
- Swedia: Penjualan Tesla menurun 81%
- Belanda: Penjualan Tesla menurun 74%
- Denmark: Penjualan Tesla menurun 66%
- Swiss: Penjualan Tesla menurun 50%
- Portugal: Penjualan Tesla menurun 33%
Bukan hanya penjualan, citra merek Tesla pun ikut terseret dalam pusaran ini.
Menurut Galloway, reputasi Tesla terjun bebas dari peringkat ke-8 sebagai merek paling terhormat di dunia pada tahun 2021 menjadi peringkat ke-95!
Pukulan telak lainnya datang dari laporan keuangan, laba Tesla menurun 71% pada akhir April, seperti dilansir dari The Guardian.
Ketika Politik Mengalahkan Inovasi
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi ? Para analis dan pengamat menunjuk satu biang kerok utama, yaitu keterlibatan Elon Musk yang terlalu dalam dengan pemerintahan Trump dan intervensinya dalam politik Eropa.
Kebijakan dan pernyataan Musk yang semakin vokal, terutama melalui platform X miliknya, telah memicu reaksi keras.
Galloway mencatat bahwa Musk telah “menjauhkan diri dari demografi intinya”. Banyak pelanggan awal Tesla adalah mereka yang peduli lingkungan, progresif, dan mungkin tidak sejalan dengan pandangan politik konservatif.
“Dengan berafiliasi pada sosok yang sekutunya kurang tertarik pada kendaraan listrik, Musk seolah-olah menjauhkan diri dari basis penggemarnya sendiri,” ujar Galloway dikutip dari The Guardian.
Akibatnya, medan pertempuran kendaraan listrik kini bergeser. Untuk pertama kalinya pada bulan April, BYD, pesaing kuat Tesla dari China, berhasil menjual lebih banyak mobil listrik di Eropa.
Sebuah sinyal jelas bahwa konsumen kini memiliki pilihan, dan tidak ragu beralih jika ada ketidaknyamanan. Kisah Tesla ini menjadi pengingat yang kuat, bahwa di era modern, citra merek tak hanya dibangun dari inovasi produk, tetapi juga dari nilai-nilai yang dipegang teguh oleh para pemimpinnya.
Ketika ambisi politik sang CEO mulai menggerus kepercayaan konsumen, bahkan merek sekuat Tesla pun bisa merasakan dampaknya. (YA)
Baca juga :