Mataram – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjatuhkan vonis berat kepada dua terdakwa dalam kasus korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara.
Kedua terdakwa adalah Agus Herijanto, Kepala Pelaksana Proyek PT Waskita Karya, dan Aprialely Nirmala, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam putusannya Majelis Hakim memvonis Agus Herijanto :
- 7 Tahun 6 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
- Denda sebesar Rp 400 Juta, subsider 6 bulan kurungan.
- Uang pengganti sebesar Rp1,3 miliar subsider 2 tahun penjara.
Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Agus, hakim juga menjatuhkan vonis kepada Aprialely Nirmala :
- 6 Tahun penjara, karena terbukti memperkaya Agus Herijanto sebesar Rp1,3 miliar.
- Denda Rp 300 Juta, dengan kurungan pengganti 4 bulan.
Hukuman ini sedikit lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, namun tetap menunjukkan kesepakatan hakim atas bukti keterlibatan keduanya dalam praktik korupsi.
Kerugian Negara dan Proyek Gagal Manfaat
Hakim menyatakan bahwa perbuatan kedua terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp18,46 miliar, sebagaimana diungkap dalam hasil audit dari BPKP RI, yaitu :
- Proyek senilai Rp 20,9 Miliar.
- Dinilai gagal memenuhi azas pemanfaatan, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana dirancang.
- Bangunan shelter tsunami yang berlokasi di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara.
- Dirancang sebagai tempat evakuasi bencana dengan kapasitas tampung hingga 3.000 orang.
- Bagian dari 12 proyek skala nasional pada periode 2012–2015.
- Total anggaran Rp23 miliar yang bersumber dari APBN.
Dalam amar putusan, hakim menyebut Aprialely terbukti memperkaya Agus Herijanto sebesar Rp1,3 miliar melalui penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam laporan akhir proyek.
Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Proyek ini merupakan kerja sama antara Kementerian PUPR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan melibatkan sejumlah pihak.
Diantaranya adalah PT Qorina Konsultan Indonesia, sebagai konsultan perencana dan CV Adi Cipta sebagai konsultan pengawas.
Perwakilan Jaksa KPK, Greafik, menegaskan bahwa perbuatan kedua terdakwa menyebabkan kerugian besar terhadap negara dan mencederai kepercayaan publik terhadap proyek-proyek kebencanaan.
Ia menekankan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh pelaksana proyek infrastruktur, terutama yang berkaitan langsung dengan keselamatan publik. (An)