Arab Saudi – Proyek megacity futuristik NEOM milik Arab Saudi yang digadang-gadang menjadi pusat peradaban baru, kini di ambang kehancuran finansial.
Kebijakan tarif resiprokal yang dirancang Presiden Amerika Serikat, Donald Trump disebut-sebut memperparah situasi, dan memicu lonjakan biaya serta menyumbat jalur pasokan global.
Dikutip dari The Sun, Kamis (17/4/2025), proyek ambisius yang menjadi simbol Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman itu, kini dibayangi kebangkrutan.
Menurut laporan audit terbaru yang dirilis New Civil Engineer :
- Biaya NEOM semula diproyeksikan mencapai US$ 500 miliar (sekitar Rp8.419 triliun)
- Kini membengkak drastis menjadi US$ 8,8 triliun (sekitar Rp148.174 triliun)
Pengenaan tarif besar terhadap China dan mitra dagang utama lainnya, membuat setiap elemen dalam rantai logistik NEOM terkena dampak.
Material penting yang melewati pelabuhan-pelabuhan AS kini dibebani beberapa lapis tarif, sehingga memperlambat arus pembangunan.
Baca juga : Trump Tancap Gas Lagi, Tarif Impor China Naik Jadi 245%
“Pendapatan non-minyak telah meningkat, tetapi pengeluaran telah meningkat lebih cepat karena kerajaan telah meningkatkan rencana pembangunannya,” kata Simon Williams, Kepala Ekonom HSBC Timur Tengah.
“Itu pasti berarti anggaran lebih bergantung pada pendapatan minyak daripada sebelumnya,” tambahnya. Kondisi ini diperparah oleh anjloknya harga minyak.
Dalam sepekan terakhir, harga minyak Brent turun 11% menjadi US$64,21 per barel, sementara West Texas Intermediate merosot ke US$60,70 — level terendah sejak 2021. Padahal, lebih dari 60% pendapatan pemerintah Arab Saudi bersumber dari minyak.
Hasil Audit : “NEOM Proyek Tidak Realistis”
Audit internal yang dilakukan oleh McKinsey & Co. mengungkap hal mencengangkan, yaitu para eksekutif NEOM disebut mendasarkan perencanaan proyek pada asumsi yang “tidak realistis”.
Bahkan ditemukan dugaan manipulasi data secara sengaja oleh sejumlah manajemen.
Laporan itu menilai bahwa lonjakan biaya hingga dua puluh kali lipat, adalah bukti kegagalan perencanaan, dengan efek domino terhadap stabilitas fiskal negara.
Saat ini, Arab Saudi telah mencatat defisit anggaran sebesar US$26 miliar untuk tahun 2025, dan menerbitkan utang baru senilai US$18,4 miliar. Namun angka yang disebut belum cukup untuk menutup kebutuhan biaya NEOM.
Terancam Jadi “Lubang Hitam” Keuangan Arab Saudi
Dengan total aset Dana Kekayaan Negara Saudi (PIF) sebesar US$925 miliar dan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai US$1,1 triliun, beban biaya NEOM mulai dinilai tidak masuk akal secara ekonomi.
Analis memperingatkan bahwa jika harga minyak terus turun, pemerintah Saudi akan terpaksa memangkas belanja besar-besaran dan menunda proyek-proyek strategis, termasuk NEOM.
Jika tren ini berlanjut, NEOM bukan hanya proyek gagal, tetapi bisa menjadi titik awal krisis fiskal Arab Saudi.
“Penurunan harga minyak yang lebih tajam dan berkelanjutan akan membutuhkan pemangkasan belanja pemerintah yang lebih dalam, untuk menahan besarnya kekurangan dan penumpukan utang pemerintah,” tulis ekonom dari Abu Dhabi Commercial Bank dalam laporan terbarunya.
NEOM awalnya dirancang sebagai kota masa depan dengan teknologi super canggih, termasuk kendaraan terbang, sistem AI terpadu, hingga kawasan tanpa mobil pribadi.
Namun, seiring skandal manajerial dan gejolak ekonomi global, proyek ini kini berada di persimpangan antara ambisi dan realitas. (Ep)
Baca juga : Trump Tingkatkan Perang Dagang, Dunia Siap Membalas