Jakarta – Di tengah ramai wacana “Indonesia Emas 2045,” sebuah revolusi pendidikan terjadi. Bukan di gedung-gedung bertingkat dengan teknologi canggih, melainkan di balik rimbunnya pepohonan dan aliran sungai.
Di sinilah sekolah alam hadir sebagai wajah baru pendidikan, menawarkan sebuah pendekatan holistik yang menantang model konvensional.
Mereka tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga menumbuhkan karakter, keterampilan hidup, dan jiwa wirausaha, seolah-olah pendidikan adalah sebuah petualangan tanpa batas.
Ide ini tak lepas dari peran Lendo Novo, seorang tokoh yang menjadi pelopor pendidikan berbasis alam di Indonesia.
Terinspirasi oleh pemikiran Paulo Freire, ia melihat pendidikan sebagai proses membebaskan, bukan membelenggu.
“Pendidikan adalah sebuah perjalanan yang harus menyenangkan dan penuh makna, di mana anak-anak belajar melalui pengalaman nyata dan langsung berinteraksi dengan lingkungan mereka,” ungkap Lendo Novo dikutip dari laman Kemendikdasmen.
Perjalanan ini, tampaknya, mendapatkan sambutan positif dari pemerintah. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti mengapresiasi keberadaan sekolah alam sebagai sebuah model pendidikan alternatif yang kreatif dan relevan.
“Sekolah alam adalah bagian dari layanan pendidikan yang unik, kreatif, dan dekat dengan kehidupan nyata. Namun yang terpenting, model ini tetap harus bermutu dan mampu membentuk karakter anak-anak menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berakhlak,”ujarnya kepada awak media.
Menurutnya, pendekatan ini sangat efektif, terutama di jenjang pendidikan dasar.
Ia mencontohkan bagaimana anak-anak bisa menyentuh dan merasakan langsung kupu-kupu, bukan hanya melihatnya dari gambar.

“Inilah bentuk pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful,” tambahnya.
Ia juga menegaskan, revitalisasi pendidikan bukan sekadar membangun infrastruktur, tetapi menciptakan ruang belajar yang hidup dan membentuk pribadi hebat dengan kebiasaan hebat.
Sekolah Alam Kian Diminati
Perkembangan sekolah alam di Indonesia memang menunjukkan lonjakan yang signifikan. Pada tahun 2011, hanya tercatat 57 sekolah.
Namun berdasarkan data Kemendikdasmen, angka itu melonjak drastis menjadi lebih dari 300 sekolah pada tahun 2024.
Lonjakan ini menunjukkan adanya pergeseran cara pandang masyarakat, terhadap pendidikan yang lebih terbuka dan beragam.
Salah satunya adalah School of Universe Parung, yang menjadi embrio dari pergerakan ini.
School of Universe (SoU), yang didirikan pada tahun 2004, memiliki visi untuk mendampingi setiap anak menjadi “pemimpin” yang mampu membawa “rahmat” bagi alam semesta.
Terletak di Parung, Bogor, SoU menawarkan pendekatan “spider web” yang melatih siswa untuk “membaca” semesta melalui berbagai sudut pandang keilmuan, menciptakan pemikir yang peka dan solutif.
Pendidik Sebagai Kompas
Di sekolah alam, peran pendidik tidaklah sederhana. Mereka tidak hanya bertugas mengajar, melainkan menjadi fasilitator, manajer kelas, orang tua, kakak, motivator, bahkan pemimpin dan teladan.
Di School of Universe (SoU), para guru yang semuanya bergelar sarjana dari berbagai latar belakang berperan sebagai kompas yang membimbing siswa dalam setiap langkahnya.
“Guru-guru di sini adalah ‘teacherpreneur’ yang memiliki keahlian dan pengalaman di berbagai bidang. Mereka membantu siswa mengoptimalkan kegiatan magang, mempersiapkan mereka menjadi wirausahawan muda,” kata salah seorang pengurus SoU.
Dengan semua keunikan dan pencapaiannya, mampukah sekolah alam menjadi jawaban atas tantangan pendidikan di masa depan ?
Lonjakan jumlahnya menjadi bukti bahwa masyarakat mulai melirik model ini sebagai alternatif yang menjanjikan, sebuah revolusi kecil yang mungkin akan mengubah wajah pendidikan Indonesia selamanya.(YA)





