Jakarta – Harga ayam hidup anjlok drastis usai Lebaran 2025, sehingga membuat peternak lokal merugi besar hingga terancam gulung tikar.
Ombudsman Republik Indonesia mendesak pemerintah segera melakukan intervensi, salah satunya dengan menyerap kelebihan produksi sebagai cadangan pangan nasional.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyampaikan bahwa keluhan dari para peternak ayam, khususnya di Jawa Barat, semakin meningkat karena harga jual ayam hidup berada jauh di bawah harga acuan.
“Pada 7-11 April 2025 harga ayam hidup Rp11.000-Rp12.000 per kilogram, kemudian pada 14-16 April 2025 harga ayam hidup Rp13.000-Rp14.000 per kilogram. Padahal, terdapat acuan harga ayam hidup sebesar Rp23.000-Rp35.000 per kilogram,” ungkap Yeka di Jakarta.
Selisih harga tersebut membuat peternak mengalami kerugian rata-rata Rp9.000 per kilogram ayam hidup.
Bagi peternak mandiri dengan populasi sekitar 6 juta ekor, dan berat rata-rata ayam 1,6 kg per ekor, kerugian mingguan diperkirakan mencapai Rp86,4 miliar.
Kalau terus dibiarkan, hingga akhir Mei 2025 total kerugiannya bisa menyentuh Rp691,2 miliar.
Baca juga : Emas Naik, Ayam Turun! Ada Apa dengan Harga Pasar ?
Ombudsman Usulkan 3 Langkah Strategis
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar dan menyelamatkan sektor peternakan ayam lokal, Ombudsman menyarankan tiga langkah konkret yang bisa segera dilakukan pemerintah:
- Serap Kelebihan Produksi sebagai Cadangan Pangan Nasional Pemerintah diminta menyerap surplus ayam hidup, dan menyalurkannya ke program makan bergizi gratis (MBG) atau sebagai cadangan pangan nasional. Langkah ini dinilai mampu menstabilkan harga dan menyelamatkan peternak.
- Koordinasi dengan Pelaku Usaha Pemerintah juga diimbau berkoordinasi dengan pelaku usaha besar, khususnya perusahaan pembibitan (breeding) dan pabrik pakan (feedmill), agar turut menyerap produksi ayam hidup dari peternak mandiri.
- Penguatan Pengawasan Produksi Ayam Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian diminta meningkatkan pengawasan terhadap setting hatching record (SHR) ayam hidup. SHR ini merupakan sistem pencatatan penetasan yang penting untuk menjaga keseimbangan antara produksi dan permintaan.
Jika pengaturan SHR tidak dijalankan secara disiplin, maka jumlah ayam yang ditetaskan bisa jauh melebihi permintaan pasar. Hal inilah yang akhirnya memicu kelebihan pasokan dan anjloknya harga.
Ombudsman menekankan bahwa masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut kelangsungan hidup ribuan peternak lokal dan ketahanan pangan nasional. (Ep)