KLH Turun Tangan: Tambang Nikel di Raja Ampat Diperiksa

Ada indikasi pelanggaran serius yang dilakukan oleh PT ASP dan PT KSM

Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menindaklanjuti laporan warga terkait aktivitas pertambangan nikel yang diduga berdampak pada lingkungan di empat pulau kecil di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Ke empat pulau tersebut adalah Pulau Gag, Manuran, Kawei, dan Manyaifun yang masing-masing menjadi lokasi operasi perusahaan tambang yang kini tengah diawasi ketat oleh pemerintah.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah :

  • PT GN (Pulau Gag)
  • PT ASP (Pulau Manuran)
  • PT KSM (Pulau Kawei)
  • PT MRP (Pulau Manyaifun)

Untuk PT GN, pihaknya akan meninjau ulang persetujuan lingkungan untuk perusahaan itu. Menurut Hanif, berdasarkan penilaian teknis di lapangan, PT GN telah memenuhi kaidah penambangan nikel yang dipersyaratkan secara administratif dan teknis.

Namun ada beberapa hal prinsip yang menjadi perhatian serius KLH, diantaranya adalah :

  • Pertama, bahwa kegiatan pertambangan PT GN berada di pulau kecil sebagaimana dimaksudkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • Kedua terkait dengan pertahanan ekosistem Raja Ampat, di mana pihaknya juga mempertimbangkan sejumlah faktor seperti teknologi penanganan dan kemampuan rehabilitasi.

Indikasi Pelanggaran Serius 

Untuk PT ASP di Pulau Manuran, Kementerian LH menemukan dugaan pencemaran lingkungan akibat jebolnya kolam settling pond, yang menyebabkan sedimentasi tinggi dan membuat air laut menjadi keruh.

Pemerintah akan meninjau kembali persetujuan lingkungan dan menindaklanjuti secara hukum.

Sementara itu, PT KSM yang beroperasi di Pulau Kawei juga dinilai melanggar batas wilayah dengan membuka area tambang seluas 5 hektare.

Hal itu melebihi dari batas lokasi yang tercantum dalam dokumen Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kasus ini turut masuk dalam daftar evaluasi dan tindakan korektif KLH.

Berbeda dengan perusahaan lain, PT MRP yang beroperasi di Pulau Manyaifun baru pada tahap eksplorasi.

Namun, karena belum memiliki dokumen persetujuan lingkungan, KLH memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan perusahaan tersebut.

“Jadi karena kegiatannya belum dampaknya terlalu ini, kita hanya menghentikan saja karena belum ada aktivitas apa-apa di kegiatan MRP ini,” jelasnya.

Langkah Lanjutan KLH

KLH juga telah meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk meninjau ulang tata ruang wilayah serta melakukan kajian lingkungan hidup strategis sebagai dasar kebijakan pembangunan.

Di tingkat nasional, KLH akan berkoordinasi dengan tiga kementerian, yaitu ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Kehutanan.

“Dalam waktu yang tidak begitu lama, kami sudah merencanakan perjalanan untuk melihat langsung kondisi lapangan sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri ESDM,” ujar Hanif. (Ep)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *