Doha, Qatar – Suara ledakan memecah ketenangan di Doha, ibukota Qatar. Gumpalan asap membumbung tinggi dari sebuah kawasan elit yang menjadi jantung diplomasi dan kehidupan multikultural.
Peristiwa pada Selasa itu bukan sekadar insiden, melainkan sebuah pernyataan berani yang membawa konflik Gaza ke level yang lebih berbahaya.
Israel melancarkan serangan rudal yang menargetkan kepemimpinan Hamas di Doha, Qatar, tempat di mana perundingan gencatan senjata sedang berlangsung.
Serangan ini menargetkan kawasan West Bay Lagoon, area yang dipadati kedutaan asing dan kompleks perumahan.
Pada sekitar pukul tiga sore waktu setempat, beberapa ledakan keras terdengar jelas, bahkan hingga ke kantor Al Jazeera.
Tak lama kemudian, militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah menembakkan rudal ke sebuah kompleks, yang mereka yakini sebagai tempat tinggal para pemimpin politik Hamas.
Serangan tersebut menyasar tim negosiator gencatan senjata Hamas, yang sedang dalam pertemuan krusial untuk mempertimbangkan proposal AS.
Meski para pemimpin senior seperti Khalil al-Hayya dan Khaled Meshaal selamat, serangan ini merenggut nyawa Humam, putra dari al-Hayya, serta seorang ajudan utamanya.
Enam orang dilaporkan tewas dalam insiden tersebut, termasuk satu petugas keamanan Qatar, sementara tiga pengawal Hamas hilang kontak.
Merespons tragedi ini, Suhail al-Hindi, seorang Anggota Biro Politik Hamas menegaskan kepada Al Jazeera bahwa, “Darah kepemimpinan gerakan ini sama seperti darah anak Palestina mana pun.”
Selain Humam al-Hayya dan ajudannya, Qatar mengonfirmasi bahwa satu petugas keamanan Qatar tewas dan beberapa lainnya terluka.
Kementerian Dalam Negeri Qatar menyatakan bahwa tim khusus masih mengamankan area yang terkena dampak, dan melakukan evakuasi serta penyelidikan.

Israel Klaim Serangan ke Qatar
Di sisi lain, kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan, Israel Katz mengeluarkan pernyataan bersama yang mengklaim serangan tersebut sebagai “operasi Israel yang sepenuhnya independen.”
Mereka membenarkan tindakan ini sebagai respons terhadap “pembantaian 7 Oktober” dan ancaman yang terus berlanjut.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Israel tidak akan berhenti memburu para pemimpin Hamas, di mana pun mereka berada, bahkan jika itu melanggar kedaulatan negara lain.
Serangan Israel di Doha ini bukan sekadar insiden militer, melainkan sebuah pukulan telak terhadap diplomasi yang sedang berjalan.
Dengan menyerang para negosiator saat mereka berupaya mencari jalan keluar, Israel mengirimkan pesan bahwa jalan perang masih menjadi pilihan utama.
Insiden ini berisiko menghancurkan upaya mediasi yang telah dibangun dengan susah payah dan berpotensi memicu eskalasi konflik yang jauh lebih luas di Timur Tengah, membuat harapan perdamaian di kawasan itu kian suram. (*)





