Era Baru Media: Bertahan di Tengah Serbuan AI dan Medsos!

Menkomdigi Ajak Industri Media Nasional Bersatu Jaga Ruang Digital Tetap Sehat dan Anti Hoaks  

Jakarta – Di tengah derasnya arus informasi yang membanjiri timeline media sosial, satu hal menjadi pertaruhan utama: kepercayaan publik terhadap media.

Dari ruang kantornya yang tak jauh dari hiruk-pikuk dunia digital, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid menyampaikan seruan tegas dan hangat.

“Media yang kredibel, berkelanjutan, dan menjunjung tinggi etika jurnalistik, adalah mitra strategis pemerintah dalam menciptakan ruang digital yang berkualitas.”

Itu bukan sekadar imbauan, tapi pengingat keras di tengah badai disrupsi digital yang terus menggoyang pilar-pilar media nasional.

Tantangan Berat Media Nasional

Menurut Meutya, disrupsi digital membawa tiga tantangan utama bagi ekosistem media nasional, diantaranya :

  1. Persaingan sengit dengan platform digital global, seperti YouTube, TikTok, dan Instagram yang kini menjadi “media baru” bagi generasi muda.
  2. Fragmentasi audiens, yang menuntut konten semakin personal dan segmented, tak bisa lagi “satu untuk semua”.
  3. Pergeseran konsumsi informasi ke arah konten audio-visual, meninggalkan pola baca tradisional yang selama ini menjadi andalan media konvensional.

Namun, Meutya melihat kondisi ini tak hanya membawa tantangan, tapi juga peluang besar. Media nasional tetap memiliki “daya tarik” bagi dunia usaha.

Menurut laporan dari Nielsen Ad Intel Indonesia (Q1 2024), nilai belanja iklan media Indonesia mencapai USD 744 juta (sekitar Rp12 Triliun).

Artinya, kepercayaan terhadap media lokal masih tinggi selama kualitas dan kredibilitasnya dijaga.

“Monetisasi tak bisa hanya iklan. Media harus diversifikasi konten, eksplorasi format baru, dan berinovasi,” ujar Meutya dalam keterangan tertulis yang diterima Newslink Indonesia, Rabu (11/06/25).

Jurus Pemerintah Dukung Media Nasional

Sebagai regulator, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) juga tidak tinggal diam. Meutya membeberkan tiga langkah strategis:

  • Literasi digital masif: Membentuk masyarakat yang kritis dan melek informasi.
  • Etika dan tata kelola teknologi: Termasuk pengawasan penggunaan AI dan platform global.
  • Penguatan SDM media: Agar jurnalis dan pelaku media mampu beradaptasi di tengah perkembangan teknologi yang cepat.

Salah satu langkah monumental pemerintah adalah disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024, tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital dalam Mendukung Jurnalisme Berkualitas.

“Perpres ini menjadi game-changer. Media lokal harus didukung, bukan justru dilindas platform besar. Kita butuh ekosistem yang sehat,” kata Yosep Adi Prasetyo, mantan Ketua Dewan Pers, dalam diskusi publik di Jakarta.

Meutya menekankan, membangun ruang digital yang sehat tidak bisa dikerjakan pemerintah sendirian. Butuh sinergi kuat antara regulator, media, pelaku industri, dan masyarakat sipil.

“Ketika ruang digital menjadi lebih sehat dan aman, maka kepercayaan masyarakat terhadap media berkualitas juga akan meningkat,” tegasnya.

Dalam era digital yang penuh noise dan algoritma, media tak hanya dituntut untuk cepat, tapi juga cerdas dan terpercaya. Kredibilitas bukan lagi sekadar keunggulan tapi satu-satunya “mata uang” untuk bertahan.

Dengan regulasi yang lebih progresif, kolaborasi strategis, dan adaptasi konten yang cerdas, masa depan media nasional tetap bisa cerah. Bukan sebagai korban disrupsi, tapi sebagai pemimpin narasi di ruang digital Indonesia.(YA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *