Kongkalikong Proyek PDNS Terbongkar: Dua Pejabat Kemenkomdigi Dipecat

Tender Diatur, Sistem PDNS Dihantam Ransomware Juni 2024, Data Penduduk Indonesia Bocor

Jakarta – Skandal korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) terus bergulir. Kasus ini menyorot praktik kongkalikong dalam proyek strategis nasional yang seharusnya menjaga kedaulatan digital Indonesia.

Dugaan manipulasi tender, pelanggaran aturan, dan kelalaian sistemik menjadi sorotan publik, menyusul serangan ransomware besar pada 2024 yang mengekspos data penduduk Indonesia.

Menyikapi kasus ini, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid telah mengambil langkah tegas.

“Terkait dua pegawai Komdigi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kami telah memberhentikan keduanya dari tugas dan fungsinya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Meutya dalam keterangan pers.

Dua pejabat yang dimaksud adalah:

  1. Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan periode 2016–2024
  2. Bambang Dwi Anggono, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah periode 2019–2023

Meutya menegaskan dukungan penuh terhadap pengusutan kasus ini, serta mengumumkan langkah reformasi internal.

“Kami jadikan ini sebagai momen untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah keharusan, bukan pilihan,” tegas Meutya.

Modus Kongkalikong Tender PDNS

Korupsi proyek PDNS 2020–2024 diduga melibatkan pengaturan tender antara pejabat Kominfo dan pihak swasta, khususnya untuk memenangkan perusahaan PT Aplikanusa Lintasarta (PT AL).

PT AL disebut tidak memenuhi syarat standar internasional ISO 22301, namun tetap memenangkan proyek strategis ini.

Akibat kongkalikong tersebut, sistem PDNS rentan dan akhirnya dihantam ransomware pada Juni 2024, sehingga menyebabkan data penduduk Indonesia bocor ke publik.

Ironisnya, dalam proses lelang, tidak ada pertimbangan kelayakan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penting. Padahal, pengelolaan pusat data nasional semestinya mematuhi standar keamanan tertinggi.

Rantai Tender Mencurigakan dan Nilai Fantastis

PT AL diketahui beberapa kali memenangkan proyek PDNS dengan nilai fantastis:

  • 2020: Rp60,3 miliar
  • 2021: Rp102 miliar
  • 2022: Rp188,9 miliar
  • 2024: Rp350,9 miliar dan Rp256 miliar (proyek komputasi awan)

Pengelolaan data yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang SPBE, justru diberikan kepada pihak swasta tanpa memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan.

Lima Tersangka Ditetapkan Kejari Jakarta Pusat

Kasus PDNS kini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Lima tersangka yang telah ditetapkan:

  1. Semuel Abrijani Pangerapan
  2. Bambang Dwi Anggono
  3. Nova Zanda – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
  4. Alfie Asman – Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014–2023
  5. Pini Panggar Agusti (PPA) – Account Manager PT Docotel Teknologi 2017–2021

“Untuk sementara kami sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara, dan hitungan sementaranya ratusan miliar,” ujar Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra.

Kasus ini menunjukkan bahwa pengawasan proyek digital strategis masih sangat lemah dan rawan disusupi kepentingan.

Kongkalikong dalam proyek PDNS menjadi bukti bahwa proyek digital yang seharusnya menjamin keamanan data justru menjadi titik rawan korupsi dan kelalaian.

Reformasi total dalam tata kelola proyek digital, peningkatan transparansi, dan penguatan pengawasan menjadi langkah mendesak yang tidak bisa ditawar. (Ep)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *