Wahington DC, AS – Gedung Putih kembali mengumumkan bahwa tarif impor dari China yang diberlakukan Presiden Donald Trump, naik lagi dan mencapai 145%. Angka tersebut didapat dari tarif 125% ditambah dengan 20% tarif awal yang telah diberlakukan sebelumnya, sebagai hukuman terhadap peran China dalam menyuplai fentanil ke Amerika Serikat.
Saham-saham AS langsung anjlok pada Kamis (10/4/2025), menghapus sebagian besar keuntungan besar yang muncul setelah Trump memutuskan untuk sementara menurunkan tarif besar-besaran terhadap puluhan negara lain, saat investor menilai perkembangan perang dagang global.
Keputusan Trump yang tiba-tiba pada Rabu (9/4/2025), untuk membekukan sebagian besar tarif barunya selama 90 hari disambut baik oleh pasar yang sempat terpuruk dan para pemimpin dunia yang khawatir.
Namun pendekatannya yang berubah-ubah membuat banyak perusahaan cemas, dan berlomba-lomba mempersiapkan kemungkinan skenario buruk tiga bulan ke depan.
Indeks S&P 500 turun 5,2 persen pada Kamis siang, Nasdaq jatuh 6,1 persen, dan Dow Jones Industrial Average turun 4,5 persen. Dalam rapat kabinet, Trump mengakui bahwa akan ada “kesulitan transisi” dalam beberapa hari ke depan.
Meskipun sebagian besar tarif ditunda, Trump justru meningkatkan tekanan terhadap China. Presiden Trump justru membuat tarif impor bagi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, dan pemasok terbesar kedua bagi AS itu, kembali naik menjadi 145 persen, setelah sebelumnya sudah naik menjadi 125 persen.
Baca juga : Trump Akhirnya Turunkan Tarif Jadi 10 Persen, Namun China Naik Jadi 125 Persen
Bagaimana Respon Dunia ?
Di Eropa, impor balasan senilai 21 Miliar Euro yang awalnya akan diberlakukan minggu depan, kini ditunda selama 90 hari guna merespon kebijakan baru Trump atas baja dan aluminium.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, “Kami ingin memberi kesempatan pada negosiasi, namun memperingatkan bahwa tarif balasan bisa diberlakukan kembali jika hasil pembicaraan tidak memuaskan.”
Di Asia Tenggara, negara-negara anggota ASEAN menyatakan tidak akan memberlakukan tindakan balasan atas tarif dari AS. Dalam pernyataan resmi usai konferensi video ekonomi pada Kamis, para menteri dari 10 negara ASEAN menyatakan:
“Komunikasi terbuka dan kolaborasi sangat penting untuk menjaga hubungan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam semangat itu, ASEAN tidak akan memberlakukan tindakan balasan atas tarif AS.”
Sementara China tetap bertahan sampai akhir jika AS terus menyerang, ujar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, He Yongqian. Pintu dialog masih terbuka, tapi harus didasari saling menghormati.
Meski begitu, Trump tetap menyatakan ingin bisa “bekerja sama kembali” dengan Beijing. “Secara pribadi, saya sudah lama berteman dengan Presiden Xi Jinping. Saya pikir akhirnya kami bisa menghasilkan sesuatu yang baik untuk kedua negara,” ujarnya.
Salah satu dampak dari perang dagang ini adalah mata uang yuan China, yang jatuh ke level terendah sejak krisis keuangan global. Harga minyak juga turun lebih dari 3 persen, karena kekhawatiran akan resesi akibat perang dagang.
Negosiasi, Ketidakpastian dan Dampak Kepada Korporasi
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett mengungkapkan bahwa sekitar 15 negara telah memberikan tawaran eksplisit, dan sedang dipertimbangkan oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR). Namun belum ada kesepakatan resmi diumumkan.
Trump mengatakan, jika dalam 90 hari tak ada kesepakatan, tarif akan kembali ke level semula. “Kalau kita tidak bisa membuat kesepakatan yang kita inginkan atau butuhkan—atau yang baik untuk kedua belah pihak—maka akan kembali seperti semula,” ujar Trump. Namun ia menambahkan, “Kita lihat saja nanti apa yang terjadi saat itu.”
Dari sisi korporasi, Apple disebut sebagai salah satu perusahaan yang paling terpapar risiko perang dagang, karena banyak produknya dibuat di China.
Deborah Elms dari Hinrich Foundation di Singapura memperingatkan “Kalau tarif benar-benar 145 persen, itu berarti tak ada lagi perdagangan antara AS dan China. Ini akan menciptakan mimpi buruk bagi banyak perusahaan, baik yang berbasis di AS maupun China.” ( YA )
Baca juga : China Naikkan Tarif Impor Produk AS Jadi 84 Persen!