Jakarta — Ketika dunia masih berjuang menjaga stabilitas rantai pasok farmasi pasca-pandemi, Indonesia mengambil langkah strategis.
Di balik barikade pertahanan, muncul sebuah kekuatan lain yang tak kalah vital: produksi obat-obatan oleh lembaga farmasi TNI.
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) kini tengah mendorong kemandirian farmasi nasional melalui optimalisasi Lembaga Farmasi (Lafi) dari tiga matra TNI—AD, AL, dan AU.
Langkah ini bukan sekadar program internal, tetapi bagian dari strategi besar yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat ketersediaan obat esensial, baik bagi prajurit maupun masyarakat umum.
Salah satu wujud konkret dari inisiatif ini adalah dukungan terhadap gerai apotek Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang tengah diperluas ke berbagai wilayah di Indonesia.
Jejak Panjang Lafi TNI: Dari 1950 untuk Kesehatan Prajurit dan Rakyat
Lafi TNI bukan pendatang baru. Sejak berdiri pada 1950, lembaga ini telah menjadi tulang punggung penyediaan obat untuk kebutuhan prajurit.
Kini, di bawah komando Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, lembaga ini ditugaskan untuk melangkah lebih jauh: menjadi bagian dari solusi farmasi nasional.
“Kita tidak boleh terus bergantung pada impor untuk kebutuhan dasar seperti obat-obatan. Lafi TNI bisa, dan harus, berperan lebih besar,” tegas Presiden Prabowo Subianto dalam salah satu arahannya, dikutip dari keterangan resmi Kemhan RI (2025).
Fakta dan Capaian Produksi Lafi TNI:
Berikut ini capaian dari masing-masing lembaga farmasi matra TNI, berdasarkan data resmi Kemhan RI dan BPOM:

- Lafiad (Lembaga Farmasi Angkatan Darat – Puskesad):
- 14 jenis obat bersertifikat CPOB dari BPOM.
- 4 produk telah memiliki Nomor Izin Edar (NIE).
- Obat unggulan: Fimol (Paracetamol) 500 mg — sudah diproduksi 11.537.180 tablet.
- 10 jenis obat lainnya digunakan untuk kebutuhan internal TNI.
- Lafial (Lembaga Farmasi Angkatan Laut):
- 44 jenis produk obat memiliki CPOB.
- 10 produk dengan NIE, sisanya untuk konsumsi internal.
- Obat unggulan: Ponstal (Anti Nyeri) 500 mg — telah diproduksi 4.716.981 kaplet untuk mendukung apotek KDMP.
- Lafiau (Lembaga Farmasi Angkatan Udara):
- 30 jenis obat diproduksi.
- 4 jenis telah kantongi CPOB, 26 lainnya dalam proses sertifikasi.
- 4 produk juga sudah memiliki NIE.
- Obat unggulan: Cefalaf (Antibiotik) 500 mg — telah diproduksi 1.200.000 kapsul.
Semua obat yang diproduksi telah melewati proses sertifikasi ketat dari BPOM, sehingga dijamin aman dan layak edar.
Menuju Kemandirian Obat Nasional

Untuk menyukseskan program ini, Kemhan RI tidak bergerak sendiri. Langkah konkret dilakukan dengan menggandeng beberapa instansi penting:
- Kementerian Kesehatan,
- Kementerian Koperasi dan UKM,
- BPOM, serta
- BUMN Farmasi seperti PT Kimia Farma Tbk dan PT Bio Farma Persero.
Menurut Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan RI, Brigjen TNI Dr. Sugeng Rahayu, sinergi ini bertujuan agar hasil produksi Lafi TNI bisa dipasarkan secara luas, terutama melalui jaringan apotek KDMP yang menjadi tulang punggung distribusi ke masyarakat desa.
“Kami ingin Lafi TNI tidak hanya menjadi produsen internal, tapi ikut berkontribusi nyata untuk publik. Gerai KDMP menjadi medium distribusi yang strategis,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta (Juli 2025).
Dampak Langsung: Dari Prajurit ke Desa-Desa
Dengan dukungan Lafi TNI, KDMP kini dapat menyediakan obat generik berkualitas dengan harga terjangkau. Selain menekan biaya distribusi obat di pelosok, langkah ini juga menjadi contoh nyata kolaborasi antara sektor pertahanan, kesehatan, dan ekonomi rakyat.
Program ini juga memiliki potensi strategis jangka panjang:
- Ketahanan farmasi nasional: Mengurangi risiko saat krisis global terjadi.
- Kemandirian industri obat: Menghidupkan kembali produksi lokal yang sempat lesu.
- Peningkatan ekonomi desa: KDMP menjadi wahana pemberdayaan ekonomi rakyat kecil.
Menuju Indonesia Tangguh di Bidang Farmasi
Ketika negara lain masih disibukkan dengan fluktuasi pasokan obat, Indonesia mulai membangun fondasi kemandiriannya lewat kolaborasi antar-matra, kementerian, dan koperasi. Di tengah ancaman non-militer seperti pandemi atau krisis rantai pasok global, inilah wajah baru pertahanan nasional: farmasi yang mandiri, efisien, dan berpihak pada rakyat.
Lafi TNI bukan hanya simbol kekuatan militer, tetapi juga harapan baru di tengah kebutuhan obat yang terus meningkat. Jika program ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pionir kemandirian farmasi di kawasan Asia Tenggara. (YA)





