Yogyakarta — Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia menyuarakan kegelisahan terhadap sistem demokrasi Indonesia yang dinilai berbiaya tinggi dan tidak efisien.
Hal tersebut disampaikannya dalam pembukaan Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar di Yogyakarta, pada Minggu (18/05/25).
“Saat ini kami sedang mendorong adanya pemikiran-pemikiran terkait sistem politik yang akan dibangun di Indonesia,” ujar Bahlil.
Menurut Bahlil, Partai Golkar saat ini tengah menggodok gagasan besar untuk menghadirkan model demokrasi yang ramping, tidak menguras anggaran negara, dan tidak memperuncing konflik sosial di akar rumput.
Ia menegaskan bahwa demokrasi sejatinya bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya instrumen dalam mencapai cita-cita bangsa.
“Demokrasi bukanlah tujuan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi hanyalah instrumen untuk mencapai tujuan yang diinginkan,” jelasnya.
Bahlil menyinggung mahalnya biaya pelaksanaan pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan legislatif (Pileg).
Biaya persiapan hingga pelaksanaan yang bisa mencapai ratusan miliar rupiah dinilai sebagai beban berat bagi negara.
“Sampai kapan demokrasi Indonesia akan seperti itu?” kata Bahlil.
Tak hanya dari sisi biaya, Bahlil juga mengkritik efek sosial dari kontestasi demokrasi langsung yang sering kali menimbulkan konflik horizontal.
Pilihan politik bisa memecah belah hubungan antarwarga, bahkan antarkader dalam satu partai.
“Setiap Pilkada selesai, urusannya juga bisa jadi panjang di akar rumput. Antar tetangga bisa saling ribut karena berbeda pilihan calon kepala daerah. Tak jarang juga, dalam satu partai bisa saling lapor hingga Mahkamah Partai,” ungkapnya.
Atas dasar itu, Bahlil menegaskan pentingnya perbaikan sistem. Golkar, menurutnya, siap menjadi pelopor perubahan jika partai-partai lain belum berani memulainya.
“Karena itulah, sistemnya yang harus kita perbaiki, semua ini untuk membangun transparansi dan pengkaderan politik yang baik dan benar,” tegasnya.
Ia juga mengisyaratkan bahwa wacana sistem politik baru ini telah disampaikan ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Meskipun belum menyebut secara spesifik bentuk sistem yang diusulkan, Bahlil menyatakan bahwa proses kajian sedang berjalan intensif di internal Golkar.
“Kami akan tawarkan ke pemerintah dan partai koalisi, soal sistem politik seperti apa yang akan kita lakukan ke depan. Sekarang kami dari Partai Golkar sedang mengkaji, mencari formula yang tepat untuk demokrasi kita,” ujarnya.
Bahlil pun menyoroti dampak demokrasi yang mahal terhadap tujuan bernegara. Ia menilai ongkos politik yang besar menjadi kendala serius dalam pencapaian keadilan sosial, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan.
“Sulitnya apa ? Karena tujuan kita berbangsa dan bernegara itu kan untuk terwujudnya masyarakat adil dan makmur,” katanya.
“Untuk mencapai cita-cita bidang pendidikan, kesehatan, itu kan instrumennya demokrasi, tapi dengan sistem demokrasi yang berat (ongkos) ini menjadi satu bagian yang harus didiskusikan.”
Di akhir pernyataannya, Bahlil memilih untuk belum membuka detail sistem politik yang akan ditawarkan partainya.
“Nanti kalau waktunya sudah pas kami akan sampaikan, sekarang lagi penggodokan,” pungkasnya. (Yud)