Puncak Jaya – Harapan akan kehidupan damai mulai kembali tumbuh di Kabupaten Puncak Jaya, Papua Pegunungan, setelah konflik pilkada yang berlangsung selama berbulan-bulan akhirnya mereda.
Pimpinan Klasis GIDI Wilayah Yamo, Telius Wonda menyampaikan bahwa kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat mulai membaik.
Hal ini terjadi sepekan setelah dua kubu pendukung pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati menyepakati perdamaian, yang ditandai oleh ritual adat Belah Kayu Doli.
Ritual adat Belah Kayu Doli menjadi penanda simbolis berakhirnya konflik pilkada yang telah berlangsung selama enam bulan.
Ketegangan yang melibatkan kedua kubu sempat memecah persatuan warga, dan menyebabkan kekacauan sosial di berbagai distrik.

Dalam momen perdamaian tersebut, kedua paslon yang bertikai Yuni Wonda – Mus Kogoya dan Miren Kogoya – Mendi Wonorengga, hadir secara langsung dan membacakan pernyataan sikap untuk berdamai di hadapan masyarakat dan para tokoh adat setempat.
Telius Wonda, menyampaikan apresiasi kepada kedua paslon dan masyarakat pendukungnya, yang mampu menahan diri dan tidak memperkeruh situasi selama konflik berlangsung.
“Saya mengajak seluruh masyarakat Puncak Jaya untuk menjaga ketertiban. Kami bersyukur karena suasana sudah damai setelah acara adat belah kayu doli. Namun, saya melihat masih ada masyarakat yang membongkar rumah – rumah, ini bisa menimbulkan masalah baru. Mari kita semua sabar dan tidak melakukan tindakan yang bisa memicu konflik kembali,” ujar Telius Wonda.
Telius juga menyampaikan rasa terima kasih kepada aparat keamanan dan pemerintah daerah, atas komitmen mereka menjaga stabilitas meski berada di tengah situasi yang sangat genting.
Ia menyoroti dampak besar yang ditimbulkan oleh konflik pilkada ini. Selama konflik berlangsung, aktivitas pemerintahan lumpuh total, begitu juga dengan sektor pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kegiatan keagamaan. Suasana mencekam menyelimuti banyak wilayah.
Lebih tragis lagi, konflik tersebut telah menyebabkan 14 orang tewas, 658 orang mengalami luka-luka, dan 201 bangunan dibakar, termasuk fasilitas umum seperti kantor distrik, sekolah dasar (SD), dan balai kampung.
Meski kerusakan yang ditinggalkan tidak sedikit, prosesi adat Belah Kayu Doli menjadi momentum penting untuk membangun kembali kepercayaan, persaudaraan, dan stabilitas daerah.
Seruan damai dari Telius diharapkan mampu memperkuat semangat kolektif warga untuk bangkit bersama menuju masa depan yang lebih baik. (Yud)