Pakan Lokal, Kualitas Internasional! Alfalfa Tropik UGM Siap Guncang Industri Peternakan

Yogyakarta – Indonesia masih bergantung pada impor pakan hijauan ternak, terutama alfalfa, dengan jumlah mencapai 20,6 juta ton pada 2023 dengan nilai lebih dari Rp142 miliar. Namun, ketergantungan ini bisa dikurangi melalui budi daya alfalfa tropik, hijauan berkualitas tinggi yang berpotensi menggantikan sebagian besar kebutuhan impor.

Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Bambang Suwignyo, menjelaskan bahwa alfalfa tropik memiliki keunggulan dalam meningkatkan kualitas pakan ternak, terutama untuk sapi perah dan kambing peranakan etawa (PE).

Produksi alfalfa tropik bisa menjadi solusi mengurangi ketergantungan impor,” ujar Prof. Bambang Suwignyo.

Dengan kadar protein yang lebih tinggi—sekitar 10 hingga 15 persen lebih banyak dibanding hijauan biasa—tanaman ini berkontribusi pada peningkatan produktivitas ternak.

Berdasarkan uji coba selama empat bulan pada kambing etawa, hasilnya menunjukkan peningkatan produksi susu hingga 20 persen, sementara bobot kambing meningkat 15 persen. Selain itu, biaya pakan berkurang hingga 30 persen berkat pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan alternatif.

UGM dan Pemkab Kulon Progo Kembangkan Demplot Alfalfa Tropik

Sebagai langkah nyata untuk mengurangi ketergantungan impor, UGM telah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam pengembangan demplot alfalfa tropik seluas satu hektare. Hasilnya menunjukkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik, dengan produksi segar mencapai 10 hingga 18 ton per hektare.

Tak hanya itu, varietas alfalfa tropik yang dikembangkan telah diakui sebagai plasma nutfah Indonesia dengan nama Kacang Ratu BW. Keberhasilan ini membuka peluang lebih luas bagi peternak dalam negeri untuk mengadopsi teknologi budi daya alfalfa tropik guna meningkatkan kemandirian pakan ternak.

Selain mengurangi impor, pengembangan alfalfa tropik sejalan dengan strategi ketahanan pangan nasional. Dengan sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan manajemen pakan, peternak dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak mereka.

Budi daya alfalfa tropik juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Beberapa perusahaan industri ternak perah saat ini membutuhkan setidaknya 300 ton pakan alfalfa dalam bentuk hay setiap bulan. Dengan meningkatkan produksi dalam negeri, Indonesia tidak hanya menghemat devisa negara, tetapi juga membuka peluang bisnis baru bagi petani dan peternak lokal.

Dengan potensi besar yang dimilikinya, alfalfa tropik tidak hanya menjadi solusi untuk mengurangi impor pakan ternak, tetapi juga membuka era baru dalam industri peternakan Indonesia yang lebih mandiri dan berkelanjutan. (Ep)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *